5 November 2013

Pengumuman Kelulusan Universitas Islam Madinah (UIM) 1435 H / 2013 M

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Kabar gembira!
Nama-nama calon Mahasiswa Universitas Islam Madinah yang lulus tahun ini sudah diumumkan. 

Berikut ini adalah daftar nama-nama calon mahasiswa asal Indonesia yang diterima untuk tahun ini, Insya Allah info kami dapatkan dari sumber terpercaya. Diharapkan bagi antum yang namanya tertera di daftar agar menghubungi pihak berwenang sehingga dapat mempersiapkan apa yang diperlukan sedini mungkin. 

[ Blog ini hanya menyediakan  info semata ]




Kami mengucapkan selamat kepada para pencari ilmu yang telah diterima. Semoga menjadi kader ilmu dan dakwah yang tangguh, Aamiin.
Baca Selengkapnya

22 Oktober 2013

Aturan Islam Dalam Olahraga Sepak Bola

Di antara olah raga yang digandrungi para pria adalah bermain sepakbola. Di setiap penjuru negeri, dari kota hingga desa, menggemari olahraga yang satu ini. Dalam Islam, olahraga sepakbola asalnya boleh. Namun tentu saja kita mesti memperhatikan aturan Islam tentang olahraga yang satu ini.
 
Olahraga sepakbola itu boleh dengan beberapa ketentuan[1]
 
Pertama: Tidak membuka aurat.
Aurat pria adalah antara pusar hingga lutut. Artinya antara pusar dan lutut tidak boleh dipandang. Lutut sendiri tidak termasuk aurat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ مَا تَحْتَ السُّرَّةِ إِلَى رُكْبَتِهِ مِنَ الْعَوْرَةِ
Karena di antara pusar dan lutut adalah aurat.[2] Oleh karena itu, yang ingin bermain sepakbola hendaknya tidak mengenakan celana yang pendek sehingga kelihatan pahanya.
Syaikh ‘Abdul Muhsin Al ‘Ubaikan, ulama senior di Saudi Arabia ditanya mengenai hukum bermain sepakbola oleh orang awam dan kapan terlarang, lalu apa batasan pakaian yang dibolehkan. Beliau hafizhohullah menjawab, “Bermain sepakbola itu boleh. Akan tetapi harus menutup aurat antara pusar dan lutut, wallahu a’lam.”[3]

Kedua: Bermain bola tidak dengan taruhan.
Alasannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya membolehkan musabaqoh (perlombaan) dengan taruhan pada perkara tertentu saja. Perkara tersebut adalah yang dapat menegakkan islam, yaitu sebagai sarana untuk latihan berjihad. Perlombaan dengan taruhan yang dibolehkan disebutkan dalam hadits Abu Hurairah,
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ
Tidak ada taruhan kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda.”[4] Sebagian ulama memperluas lagi perlombaan yang dibolehkan (dengan taruhan) yaitu perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits dan berbagai macam ilmu agama. Karena menghafal di sini dalam rangka menjaga langgengnya ajaran Islam sehingga bernilai sama dengan lomba pacuan kuda atau lomba memanah.
Lihat bahasan rumaysho.com lainnya tentang taruhan dalam lomba di sini.

Ketiga: Tidak menyia-nyiakan waktu shalat.
Ini juga harus diperhatikan karena pria punya kewajiban shalat dan punya kewajiban berjama’ah di masjid. Jika shalat disia-siakan, maka perkara lainnya akan lebih dilalaikan lagi. Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agamanya. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.“[5]

Keempat: Tujuan bermain sepakbola adalah untuk membugarkan badan.
Tujuan bermain pun jelas untuk melatih fisik, membugarkan badan sebagaimana kita melakukan olahraga-olahraga lainnya.

Kelima: Tidak sampai menyia-nyiakan waktu
Bermain bola haruslah memperhatikan waktu. Jangan sampai waktu kita jadi sia-sia karena seringnya bermain bola setiap saat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”[6] Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian. Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[7] Sangat baik sekali jika waktu senggang kita diisi dengan ibadah, menghafal Kitabullah, mempelajari Islam dan kegiatan manfaat lainnya.
Baca artikel tentang hukum begadang karena nonton bola di sini.

Keenam: Jangan mudah emosi
Sebagai tambahan, ketika bermain sepakbola hendaklah menjaga amarah, jangan mudah emosi dan pandai-pandai menjaga lisan dari cacian. Karena sudah barang tentu kita akan mendapatkan perlakuan kasar dari teman bermain baik disengaja maupun tidak. Namun kita jangan sampai berbalik berlaku kasar. Teruslah berakhlak mulia. Dan tunjukkan bahwa Anda adalah seorang muslim yang baik dengan membalas kejelekan malah dengan kebaikan. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35). Sahabat yg mulia, Ibnu 'Abbas -radhiyallahu 'anhuma- mengatakan, "Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini." Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, "Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa."[8] Sehingga bermain bola pun butuh sikap sabar.
Wallahu waliyyut taufiq.

Riyadh-KSA, 13 Rajab 1432 H (15/06/2011)


[1] Syarat-syarat tersebut kami kembangkan dari tulisan pada link: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=19616
[2] HR. Ahmad 2/187, Al Baihaqi 2/229. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini hasan.
[3] Lihat fatwa Syaikh Al ‘Ubaikan dalam situs resmi beliau: http://al-obeikan.com/show_fatwa/1068.html
[4] HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu Majah no. 2878. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani
[5] Ash Sholah, Ibnul Qayyim, hal. 12, terbitan Dar Al Imam Ahmad.
[6] HR. Tirmidzi no. 2318, shahih lighoirihi kata Syaikh Al Albani.
[7] Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, hal. 33, Darul ‘Aqidah.
[8] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/243, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, tahun 1421 H.

Baca Selengkapnya

Jadwal Kajian Ustadz Abdurrahman Thoyib, Lc Selama Di Lombok


Hadirilah..!

Pengajian Umum bersama Ust. Abdurrahman Thoyib, Lc

Jum'at, 20 Dzulhijjah 1434 H / 25-10-2013 M
Jam : 18.15 Wita-Selesai
Di Islamic Center Al Hunafa Lawata Mataram
Tema "JALAN GOLONGAN YANG SELAMAT"

Sabtu, 21 Dzulhijjah 1434 H / 26-10-2013 M
Jam: Ba'da Shalat Subuh.
Di Masjid Al Hidayah - Otak Desa
Tema "KUNCI-KUNCI REZEKI"

Jam: Maghrib-Selesai
Di Masjid Sulaiman Fauzan Al Fauzan Bagek Nyaka Lombok Timur
Tema "PELAJARAN AQIDAH DI DALAM MANASIK HAJI"

Ahad, 22 Dzulhijjah 1434 H / 27-10-2013 M

Pagi 09.00 Wita-Selesai
Di Islamic Center Al Hunafa Lawata Mataram
Tema "AQIDAH ASY'ARIYAH YANG ASLI"

InsyaAllah bisa disimak Via SATU Radio 105.4 Mhz | atau via Streaming di http://assunnahfm.com | atau via Android apps NuxRadio dan TuneIn Area Nusa Tenggara Barat-NTB.

Info lebih lanjut via SMS di 081907861110
via Telepon 0376 62924043

Sumber: http://assunnahfm.com/2013/informasi/jadwal-kajian-ust-abdurrahman-thoyib-lc-selaama-di-lombok/

Baca Selengkapnya

28 Juli 2013

Apakah Lailatul Qadar Tetap Pada Satu Malam Ataukah Berpindah?

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan :
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah malam Lailatul Qadar itu suah pasti pada suatu malam ataukah berpindah dari suatu malam ke malam lainnya pada setiap tahunnya ?

Jawaban :
Tidak diragukan lagi bahwa Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan. Allah berfirman:

"Sesungguhnya kami telah menurunkan (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan." [Al-Qadar : 1]

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga menjelaskan dalam ayat yang lain bahwa Dia telah menurunkan Al-Qur'an pada bulan Ramadhan.

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an." [Al-Baqarah : 185]

Rasulullah pernah beri'tikaf pada sepuluh malam pertama bulan Ramadhan untuk mencari Lailatul Qadar, lalu beri'tikaf pada sepuluh malam pertengahan, hingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Lailatul Qadar ini pada sepuluh malam terkahir pada bulan Ramadhan.[1]. Kemudian terjadi persamaan mimpi di antara beberapa sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia terjadi tujuh malam terakhir dari Ramadhan. Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Saya melihat bahwa mimpi kalian saling bersesuaian terjadi pada tujuh malam terakhir. Maka barangsiapa yang ingin mencarinya hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir"
Inilah pembatasan yang paling minimal dari penentuan dalam waktu tertentu.

Jika kita memperhatikan dalil-dalil tentang Lailatul Qadar, akan jelas bagi kita bahwa Lailatul Qadar itu berpindah dari satu malam ke malam lainnya. Ia tidak terbatas dengan satu hari tertentu pada setiap tahunnya. Nabi pernah diberi tahu dalam tidurnya tentang Lailatul Qadar. Sedangkan pagi harinya beliau sujud di atas tanah yang tergenang air yang mana malam itu adalah malam ke dua puluh satu [3] Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda.

"Carilah Lailatul Qadar pada hari ganjil di sepuluh malam terakhir dari Ramadhan" [4]

Hal ini menujukkan bahwa Lailatul Qadar tidak terbatas pada satu malam tertentu. Dari sini terkumpullah dalil-dalilnya, sehingga seyogyanya seseorang selalu mengharap turunnya Lailatul Qadar pada setiap malam dari sepuluh malam terakhir. Dan pahala Lailatul Qadar itu diperoleh oleh siapa saja yang menghidupkan malam itu dengan penuh iman dan ikhlas, baik itu mengetahuinya atau tidak. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Barangsiapa bangun shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan keikhlasan maka dosanya yang telah lalu diampuni" [5]

Di sini tidak dikatakan, jika ia tahu waktu turunnya. Jadi tidak disyaratkan untuk mendapatkan pahala Lailatul Qadar orang yang beribadah harus mengetahui waktunya dengan pasti. Tetapi barangsiapa beribadah pada setiap malam dari sepuluh malam terkahir bulan Ramadhan, karena keimanan dan keikhlasan maka kami yakin bahwa ia pasti mendapatkan Lailatul Qadar sama saja apakah terjadi di awalnya, pertengahannya ataupun akhirnya. Allah lah yang memberi taufik.


[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]
________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Bukhari dalam "Fadhlu Lailatul Qadri" Bab Mencari Lailatul Qadar (2016). Dan Muslim dalam "Shiyam" Bab Keutamaan Lailatul Qadar.
[2]. Hadits Riwayat Bukhari dalalm "Fadhilah Lailatul Qadar" Bab Mencari Lailatul Qadar (2015). Dan Muslim Dalam "Shiyam" Bab Keutamaan Lailatul Qadar (215).
[3]. Sudah ditakhrij
[4] Hadits Riwayat Bukhari Dalam "Shalat Tarawih" Bab Mencari Lailatul Qadar Pada Malam Ganjil Dari Sepuluh Malam Terakhir (1913). Dan Muslim Dalam "Shiyam" Bab Keutamaan Lailatul Qadar (1169)
[5] Hadits Riwayat Bukhari "Kitab Iman" Bab Sunnah Shalat Bulan Ramadhan Termasuk Dari Iman (37). Dan Muslim "Shalat Musafirin" Bab Hasungan Untuk Shalat Bulan Ramadhan (173).
Baca Selengkapnya

Malam Lailatul Qadar

Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Quran Al-Karim yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.

Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-hadits Nabawiyyah yang shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.

1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman :
Yang artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar: 1 - 5)
Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah :
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Ad-Dukhoon: 3 - 6)

2. Waktunya

Diriwayatkan dari Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bahwa malam tersebut terjadi pada malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Al Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bidzkri Lailatul Qadar, membawakan perkatan para ulama dalam masalah ini, lihatlah).

Imam Syafi’I berkata : “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau : “Apakah kami mencarinya di malam hari?”, beliau menjawab : “Carilah di malam tersebut.” [Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/388]

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, dia berkata : 
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda : (yang artinya) “Carilah malam Lailatur Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” [HR. Bukhari 4/255 dan Muslim 1169]
Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata): 
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda (yang artinya) : “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” [HR. Bukari 4/221 dan Muslim 1165]
Ini menafsirkan sabdanya : (yang artinya) “Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, maka barangsiapa ingin mencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir.” (Lihat maraji’ diatas).

Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radiyallahu ‘anhu, ia berkata: 
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam keluar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda : “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Laitul Qadar, tetapi fulan dan fulan (dua orang) berdebat hingga diangkat tidak bisa lagi diketahui kapan lailatul qadar terjadi), semoga ini lebih baik bagi kalian, maka carilah pada malam 29,27,25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan, lima). [HR. Bukhari 4/232]

Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah. Maka dengan ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisahkan.

Kesimpulannya :
Jika seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.

Paling benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, Ia berkata :
“Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata : “Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan”.


3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya), “ Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Bukhari 4/217 dan Muslim 759]
 Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut.
Telah diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, (dia) berkata : “Aku bertanya, Ya Rasulullah (Shalallahu 'alaihi wassalam), Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?”. Beliau menjawab, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.”. [HR. Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah, sanadnya shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajab al Hanbali]
Saudaraku – semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaatiNya – engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada sepuluh malam hari terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada istrimu dan keluargamu untuk itu dan perbanyaklah amalan ketaatan.
Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha, “Adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” [HR. Bukhari 4/233 dan Muslim 1174]
Juga dari ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, (dia berkata) : “Adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.” [HR. Muslim 1174]

4. Tanda-tandanya

Ketahuilah hamba yang taat – mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dariNya dan membantu dengan pertolongaNya – sesungguhnya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.
Dari Ubay Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda (yang artinya) : “Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” [HR. Muslim 762]
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam beliau bersabda : (yang artinya) “Siapa diantara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah.” [HR. Muslim 1170 Perkataannya “Syiqi Jafnah”, syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al Qadli ‘Iyadh berkata :”Dalam hadits ini ada isyarata bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.”]
Dan dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda (yang artinya) : “(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” [HR. Thyalisi (349), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan]
[Judul asli: Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, Bab "Malam Lailatul Qadar". Penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid]
Baca Selengkapnya

Perkara Perusak Puasa

Banyak perbuatan yang harus dijauhi oleh orang yang puasa, karena kalau perbuatan ini dilakukan pada siang hari bulan Ramadhan akan merusak puasanya dan akan berlipat dosanya. Perkara-perkara tersebut adalah :

1. Makan dan minum dengan sengaja

Allah Azza Sya'nuhu berfirman (yang artinya) : “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." [Al-Baqarah : 187]

Difahami bahwa puasa itu (mencegah) dari makan dan minum, jika makan dan minum berarti telah berbuka, kemudian dikhususkan kalau sengaja, karena jika orang yang puasa melakukannya karena lupa, salah atau dipaksa, maka tidak membatalkan puasanya. Masalah ini berdasarkan dalil-dalil.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Jika lupa hingga makan dan minum, hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum." [Hadits Riwayat Bukhari 4/135 dan Muslim 1155].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Allah meletakkan (tidak menghukum) umatku karena salah atau lupa dan karena dipaksa." [Hadits Riwayat Thahawi dalam Syarhu Ma'anil Atsar 2/56, Al-Hakim 2/198, Ibnu Hazm dalam Al-Ihkam 5/149, Ad-Daruquthni 4/171 dari dua jalan yaitu dari Al-Auza'i dari Atha' bin Abi Rabah dari Ubaid bin Umar, dari Ibnu Abbas, sanadnya shahih]

2. Muntah dengan sengaja

Karena barangsiapa yang muntah karena terpaksa tidak membatalkan puasanya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadha' puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha' puasanya." [Hadits Riwayat Abu Dawud 2/310, Tirmidzi 3/79, Ibnu Majah 1/536, Ahmad 2/498 dari jalan Hisyam bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, sanadnya Shahih sebagaimana yang diucapkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Haqiqatus Shiyam halaman 14]

3. Haidh dan nifas
 
Jika seorang wanita haidh atau nifas, pada satu bagian siang, baik di awal ataupun di akhirnya, maka mereka harus berbuka dan mengqadha' kalau puasa tidak mencukupinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Bukankah jika haid dia tidak shalat dan puasa ? Kami katakan : "Ya", Beliau berkata : 'Itulah (bukti) kurang agamanya." [Hadits Riwayat Muslim 79, dan 80 dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah]

Dalam riwayat lain (yang artinya) : “Berdiam beberapa malam dan berbuka di bulan Ramadhan, ini adalah (bukti) kurang agamanya"

Perintah mengqadha' puasa terdapat dalam riwayat Mu'adzah, dia berkata.
(yang artinya) : “Aku pernah bertanya kepada Aisyah : ' Mengapa orang haid mengqadha' puasa tetapi tidak mengqadha shalat?' Aisyah berkata : 'Apakah engkau wanita Haruri[1], Aku menjawab : 'Aku bukan Haruri, tapi hanya (sekedar) bertanya'. Aisyah berkata : 'Kamipun haidh ketika puasa, tetapi kami hanya diperintahkan untuk mengqadha puasa, tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat." [Hadits Riwayat Bukhari 4/429 dan Muslim 335]

4. Suntikan yang mengandung makanan

Yaitu menyalurkan zat makanan ke perut dengan maksud memberi makan bagi orang sakit. Suntikan seperti ini membatalkan puasa, karena memasukkan makanan kepada orang yang puasa [2]. Adapun jika suntikan tersebut tidak sampai kepada perut tetapi hanya ke darah, maka itupun juga membatalkan puasa, karena cairan tersebut kedudukannya menggantikan kedudukan makanan dan minuman. Kebanyakan orang yang pingsan dalam jangka waktu yang lama diberikan makanan dengan cara seperti ini, seperti jauluz dan salayin, demikian pula yang dipakai oleh sebagian orang yang sakit asma, inipun membatalalkan puasa.

5. jima'

Imam Syaukani berkata (Dararul Mudhiyah 2/22) : "Jima' dengan sengaja, tidak ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) padanya bahwa hal tersebut membatalkan puasa, adapaun jika jima' tersebut terjadi karena lupa, maka sebagian ahli ilmu menganggapnya sama dengan orang yang makan dan minum dengan tidak sengaja"

Ibnul Qayyim berkata (Zaadul Ma'ad 2/66) : "Al-Qur'an menunjukkan bahwa jima' membatalkan puasa seperti halnya makan dan minum, tidak ada perbedaan pendapat akan hal ini".

Dalilnya adalah firman Allah.
(yang artinya) : “Sekarang pergaulilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian." [Al-Baqarah : 187]

Diizinkannya bergaul (dengan istri) di malam hari, (maka bisa) difahami dari sini bahwa puasa itu dari makan, minum dan jima'. Barangsiapa yang merusak puasanya dengan jima' harus mengqadha' dan membayar kafarat, dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu (dia berkata) :

"Pernah datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian ia berkata, 'Ya Rasulullah binasalah aku!' Rasulullah bertanya, 'Apa yang membuatmu binasa?' Orang itu menjawab, 'Aku menjima’i istriku di bulan Ramadhan' (di siang hari, red). Rasulullah bersabda, 'Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?' Orang itu menjawb, 'Tidak'. Rasulullah bersabda, 'Apakah engkau mampu memberi makan enam puluh orang miskin?' Orang itu menjawab, 'Tidak' Rasulullah bersabda, 'Duduklah'. Diapun duduk. Kemudian ada yang mengirim satu wadah korma kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah bersabda, 'Bersedekahlah', Orang itu berkata, 'Tidak ada di antara dua kampung ini keluarga yang lebih miskin dari kami'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun tertawa hingga terlihat gigi serinya, lalu beliau bersabda, ‘Ambillah, berilah makan keluargamu." [2]

Footnote :
[1] Al-Haruri nisbat kepada Harura' (yaitu) negeri yang jaraknya 2 mil dari Kufah, orang yang beraqidah Khawarij disebut Haruri karena kelompok pertama dari mereka yang memberontak kepada Ali di negeri tersebut, hingga dinisbatkan di sana. Demikian dikatakan oleh Al-Hafidz dalam Fathul Bari 4/424, dan lihat A Lubab 1/359 karya Ibnu Atsir. Mereka orang-orang Haruriyah mewajbkan wanita-wanita yang telah suci daari Haid untuk mengqadha shalat yang terluput semasa haidnya. Aisyah khawatir Mu'adzah menerima pertanyaan dari Khawrij, yang mempunyai kebiasaan menentang sunnah dengan pikiran mereka, orang-orang seperti mereka pada zaman ini banyak, Lihat pasal At-Tautsiq 'anillah wa ra rasuluhi dari tuliasan Dirasat Manhajiyat fi Aqidah As-Salafiyah karya Salim Al-Hilaly
[2] Lihat Haqiqatus Shiyam halaman 15, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Hadits Shahih dengan berbagai lafadz yang berbeda dari Bukhari 11/516, Muslim 1111, Tirmidzi 724, Baghwai 6/288, Abu Dawud 2390, Ad-Darimi 2/11, Ibnu Majah 1617, Ibnu Abi Syaibah 2/183-184, Ibnu Khuzaimah 3/216, Ibnul Jarud 139, Syafi'i 199, Malik 1/297, Abdur Razak 4/196, sebagian memursalkan, sebagian riwayat mereka ada tambahan :"Qadhalah satu hari sebagai gantinya". Dishahihkan oleh Al-Hafidz dalam Fathul Bari 11/516, memang demikian.

Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid.
Baca Selengkapnya

14 Juni 2013

Syaikh Al Albani Berbicara Tentang Wahabi

Seseorang bertanya: "kami sering mendengar tentang wahabiyah/wahabi dan kami mendengar pula bahwa para pengikut wahabiyah membenci shalawat atas Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa ‘alihi wasallam dan tidak mau menziarahi makan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam. Lalu sebagian syaikh mengatakan sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam telah mengabarkan keadaan mereka ini saat beliau bersabda, "najed adalah tanduk Syaitan." Bagaimanakah jawaban anda mengenai hal ini ?

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani -rahimahullah- menjawab:

Pada hakikatnya pertanyaan ini, sangat disayangkan, sangat mengakar dan mempengaruhi kaum muslimin. Adapun iklim yang telah menunjang tumbuhnya opini seperti ini dahulu adalah faktor politik, namun masa bagi faktor tersebut telah lama berlalu dan berakhir. Sebab, ia hanyalah manufer politik yang sengaja dilancarkan oleh daulah Attaturk (kerajaan Turki) tanpa landasan sama sekali, tapi sekedar mengalihkan perhatian.

Politik tersebut diciptakan oleh daulah attaturk pada saat munculnya seorang ahli ilmu dan tokoh pembaharu yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-, yang berasal dari bagian negeri Najed. Tokoh tersebut mengajak orang-orang disekitarnya kepada keikhlasan, beribadah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Di antara fenomena kesyirikan itu, sangat disayangkan, masih saja ditemukan di sebagian negeri Islam, berbeda dengan negeri tempat munculnya sang pembaharu Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-. Negeri tersebut hingga saat ini, Alhamdulillah, tidak ditemukan padanya salah satu jenis syirik. Sementara fenomena syirik demikian marak di sebagian besar negeri Islam yang lain, Sebagai contoh, figur Khomaini dan saat meninggalnya serta pengumuman penunjukan makan beliau sebagai Ka'bah (tempat menunaikan haji) bagi penduduk Iran, ini merupakan bukti nyata dan berita tentang hal ini masih hangat bagi kalian.

Sang tokoh, Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-, ketika naik ke permukaan dalam rangka berdakwah untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala, sangat bertepatan dengan hikmah yang dikehendaki Allah Subhanahu Wata'ala. Pada saat itu, di negeri tersebut terdapat seorang pemimpin di antara sekian pemimpin negeri Najed, beliau adalah Su'ud leluhur keluarga yang saat ini sedang memerintah Saudi. Akhirnya syaikh (Muhammad bin abdul wahhab -rahimahullah-) dan pemimpin tersebut bekerja sama, ilmu dan pedang pun saling membantu. Mereka mulai menyebarkan dakwah tauhid di negeri Najed, mengajak manusia sekali waktu dengan lisan dan di waktu yang lain dengan pedang. Siap yang menyambut ajakan, maka itulah yang diharapkan. Sedang bila tidak demikian, maka tidak ada jalan lain kecuali menggunakan kekuatan.

Dakwah tersebut berhasil menyebar hingga sampai ke negeri-negeri yang lain. Sementara perlu diketahui bahwa saat itu negeri Najed serta wilayah sekitarnya seperti Irak, Yordan, dan wilayah-wilayah lain berada di bawah kekuasaan Attaturk sebagai khilafah turun-temurun. Kemudian tokoh ini dengan ilmunya serta pemimpin tersebut dengan kepemimpinannya mulai populer. Dari sini, penguasa Attaturk merasa khawatir jika muncul di dunia Islam satu kekuatan yang mampu menyaingi kekuasaan Daulah Attaturk. Maka, mereka berkehendak membabat habis dakwah ini sebelum sempat beranjak dari negeri kelahirannya. Hal itu mereka tempuh dengan cara menggencarkan propaganda bohong mengenai dakwah tersebut, sebagaimana terungkap dalam pertanyaan di atas ataupun pernyataan serupa yang sering kita dengar.

Di atas telah aku katakan, bahwa faktor utamanya adalah konflik politik, akan tetapi konflik politik tersebut telah berakhir dan bukan tujuan kami hendak membahas sejarah. Adapun faktor lain yang turut andil bagi tersebarnya opini tidak benar terhadap dakwah ini adalah ketidaktahuan sebagian orang terhadap hakikat dakwah ini. Hal ini mengingatkan ku akan suatu cerita yang pernah aku baca di sebuah majalah, yaitu bahwa dua orang laki-laki sedang bertukar pikiran mengenai jalan dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- yang mereka cap dengan sebutan Wahabiyah. Kalau saja manusia mau memikirkan apa yang akan mereka katakan, niscaya pemberian cap ini saja sudah cukup membuktikan kesalahan mereka dalam menyikapi dakwah ini. Sebab kata Wahabiyah bila ditelusuri merupakan pecahan dari kata dasar Wahab. Lalu siapakah Al-Wahab itu ? tidak lain adalah Allah Tabaraka Wata'ala.

Kalau begitu, pemberian cap bagi dakwah ini dengan sebutan Wahabiyah justru menjadikannya mulia dan bukan malah meruntuhkannya. Akan tetapi sebutan itu sama seperti apa yang mereka katakan tentang kami di Suriah, "Di telinga mereka, hal itu adalah sesuatu yang menakutkan sekali". Begitu juga perkataan "Wahabiyah tidak memiliki keyakinan terhadap Rosul, atau mereka tidak beriman kepada Allah Ta'ala.”

Pembahasan ini telah mengingatkanku akan dua orang yang bertukar pikiran tersebut. Seorang yang bodoh mengklaim bahwa golongan Wahabiyah hanya beriman kepada Allah Subhanahu Wata'ala, adapun Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam tidak menjadi bagian keyakinan mereka. Tidak ada yang mereka ucapkan kecuali "Laa Ilaha Illallaah (Tidak ada sembahan yang hak kecuali Allah).

Sehubungan dengan ini di Negeri Syam, ada cerita yang mesti aku sampaikan. Mereka biasa mengatakan "Mobil duta besar Saudi lewat dan ternyata diiringi oleh bendera melambai-lambai bertuliskan Laa Ilaha Illallaah wa Muhammad Rosulullaah.”

Wahai kaum muslimin, bertakwalah kalian kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Bagaimana kalian mengatakan terhadap orang-orang itu bahwa mereka tidak beriman kecuali hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala, sementara bendera mereka merupakan satu-satunya bendera di dunia yang bertuliskan simbol Tauhid, dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam telah bersabda tentang hal itu, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rosulullaah. Apabila mereka mengatakan hal itu, sungguh telah terlindung dariku harta dan darah mereka. Adapun Hisab (perhitungan amalan) mereka terserah kepada Allah Subhanahu Wata'ala ".

Mengapa kalian melancarkan tuduhan dusta kepada mereka?! Lihatlah, bendera mereka ini menjulang tinggi untuk mengungkapkan keimanan yang ada di hati mereka.

Ini dari satu sisi, sementara dari sisi lain yang lebih besar dan lebih penting, "Mungkin saja dikatakan bahwa bendera tersebut hanyalah kepalsuan, yakni sekedar propaganda yang memiliki maksud tersendiri... dan seterusnya", Akan tetapi, tidaklah mereka perhatikan bagaimana hingga saat ini manusia melaksanakan haji setiap waktu dengan nyaman dan aman. Keadaan seperti ini tidak pernah dinikmati (setelah masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam dan beberapa Khalifah terdahulu, peny), pada masa Attaturk yang telah melancarkan tuduhan dusta untuk merusak citra dakwah ini. Kalian semua mengetahui bahwa seringkali terjadi pada bapak-bapak kita, terlebih kakek-kakek kita, bila hendak berangkat menunaikan haji harus menyertakan pasukan bersenjata demi untuk mengamankan jamaah haji tersebut dari para penyamun dan perampok.

Maha suci Allah, kondisi ini telah berakhir. Namun dengan sebab apa? Tentu saja dengan sebab politik yang diterapkan oleh jamaah yang mereka namakan golongan wahabiyah hingga saat ini.

Seandainya bendera yang melambaikan keimanan shahih dan tauhid yang benar disertai keimanan bahwa Muhammad adalah Rosulullah itu hanyalah pernyataan palsu dan kedustaan belaka, namun tidakkah kalian perhatikan bagaimana mereka demikian tekunnya di dalam Masjid untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. Mereka mengumandangkan adzan sebagaimana adzan yang dikumandangkan di seluruh negeri Islam lainnya. Demi Allah, kecuali tambahan (penambahan azan, ed) yang biasa diucapkan (dilakukan, ed) pada bagian awal dan akhir adzan seperti yang terdapat di berbagai negeri Islam lain, sesungguhnya tambahan ini tidaklah ditemukan di sana (Saudi). Hal itu mereka lakukan dalam rangka menerapkan Sunnah, bukan sebagai fenomena pengingkaran terhadap Rosul Islam serta Rosul bagi manusia secara keseluruhan. Akan tetapi semata-mata hanyalah untuk mengikuti generasi salaf. Semua kebaikan adalah dengan mengikuti golongan salaf, sementara segala keburukan terdapat pada bid'ah dan kaum khalaf.

Hingga saat ini, manusia menunaikan ibadah haji dan mendengarkan adzan dengan kalimat persaksian akan keesaan Allah Subhanahu Wata'ala serta persaksian terhadap Nabi-Nya sebagai pengemban Risalah. Kemudian mereka sholat seperti sholat yang kita lakukan, dan bersholawat terhadap Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam- setiap kali namanya disebut. Barangkali mereka lebih banyak bersholawat dibandingkan orang-orang yang menuduh bahwa mereka tidak mencintai dan tidak mau bersholawat atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam.

Wahai jamaah sekalian, takutlah kalian kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Kedustaan yang digemborkan ini telah dibantah oleh kenyataan kondisi mereka. Sebab tidak mungkin bagi mereka memperturuti keinginan orang-orang yang berada di negeri mereka. Akan tetapi yang mereka tampilkan tidak lain lahir dari lubuk hati, keimanan terhadap kalimat "Laa ilaha Illallaah wa anna Muhammad Rosulullaah" serta semangat untuk mengikuti manhaj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam tanpa menambah-nambah, tidak tidak (bukan, ed) aku katakan tidak mengurangi. Sebab kekurangan adalah tabiat manusia, tidak ada manusia yang mampu untuk menghindar darinya. Akan tetapi dari segi Akidah tidak dilebihkan dan tidak dikurangi dari yang semestinya. Sedangkan dari segi ibadah tidak dilebihkan namun bisa saja kurang dari yang semestinya. Misalnya sebagian mereka tidak melakukan sholat di waktu malam di saat manusia tertidur, dan ini adalah kekurangan. Namun kekurangan ini tidak mempengaruhi akidah serta tidak mengurangi nilai keislaman yang dimiliki. Kalimat Wahabiyah masih saja dijadikan bahan untuk melakukan tuduhan suatu kelompok masyarakat mengenai perkara-perkara yang mereka berlepas daripadanya sebagaimana dikatakan "terbebasnya serigala dari darah putra Ya'qub.”

Wallaahu a'lam bisshowab.

Sumber Kitab : Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani wa Muqaranatuha bi fatawa Al-'Ulama.
Baca Selengkapnya

3 Juni 2013

Adab Berbicara

Ajaran Islam amat sangat serius memperhatikan soal menjaga lisan sehingga Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Barangsiapa yang memberi jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada antara dua janggutnya (lisan) dan apa yang ada antara dua kakinya (kema-luannya) maka aku menjamin Surga untuknya." (HR. Al-Bukhari).

Menjaga Lisan

Seorang muslim wajib menjaga lisannya, tidak boleh berbicara batil, dusta, menggunjing, mengadu domba dan melontarkan ucapan-ucapan kotor, ringkasnya, dari apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Sebab kata-kata yang merupakan produk lisan memiliki dampak yang luar biasa.
Perang, pertikaian antarnegara atau perseorangan sering terjadi karena perkataan dan provokasi kata. Sebaliknya, ilmu pengetahuan lahir, tumbuh dan berkembang melalui kata-kata. Perdamaian bahkan persaudaraan bisa terjalin melalui kata-kata. Ironinya, banyak orang yang tidak menyadari dampak luar biasa dari kata-kata. 

Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawa keridhaan Allah, dan dia tidak menyadarinya, tetapi Allah mengangkat dengannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawa kemurkaan Allah, dan dia tidak mempedulikannya, tetapi ia menjerumuskan-nya ke Neraka Jahannam." (HR. Bukhari)

Hadis Hasan riwayat Imam Ahmad menyebutkan, bahwa semua anggota badan tunduk kepada lisan. Jika lisannya lurus maka anggota badan semuanya lurus, demikian pun sebaliknya. Ath-Thayyibi berkata, lisan adalah penerjemah hati dan penggantinya secara lahiriyah. Karena itu, hadits Imam Ahmad di atas tidak bertentangan dengan sabda Nabi yang lain: "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal darah, jika ia baik maka baiklah seluruh jasad, dan bila rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, ia adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Berkata Baik Atau Diam


Adab Nabawi dalam berbicara adalah berhati-hati dan memikirkan terlebih dahulu sebelum berkata-kata. Setelah direnungkan bahwa kata-kata itu baik, maka hendaknya ia mengatakannya. Sebaliknya, bila kata-kata yang ingin diucapkannya jelek, maka hendaknya ia menahan diri dan lebih baik diam. 

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam." (HR. Al-Bukhari).

Adab Nabawi di atas tidak lepas dari prinsip kehidupan seorang muslim yang harus produktif menangguk pahala dan kebaikan sepanjang hidupnya. Menjadikan semua gerak diamnya sebagai ibadah dan sedekah. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: "… Dan kalimat yang baik adalah sedekah. Dan setiap langkah yang ia langkahkan untuk shalat (berjamaah di masjid)adalah sedekah, dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah." (HR. Al-Bukhari).

Sedikit Bicara Lebih Utama
Orang yang senang berbicara lama-lama akan sulit mengendalikan diri dari kesalahan. Kata-kata yang me-luncur bak air mengalir akan mengha-nyutkan apa saja yang diterjangnya, dengan tak terasa akan meluncurkan kata-kata yang baik dan yang buruk. Ka-rena itu Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang kita banyak bicara. Beliau Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda artinya,
"…Dan (Allah) membenci kalian untuk qiila wa qaala." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Imam Nawawi rahimahullah berkata, 'qiila wa qaala' adalah asyik membicarakan berbagai berita tentang seluk beluk seseorang (ngerumpi). Bahkan dalam hadits hasan gharib riwayat Tirmidzi disebutkan, orang yang banyak bicara diancam oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sebagai orang yang paling beliau murkai dan paling jauh tempatnya dari Rasulullah pada hari Kiamat. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu berkata, 'Tidak ada baiknya orang yang banyak bicara.' Umar bin Khathab Radhiallaahu anhu berkata, 'Barangsiapa yang banyak bicaranya, akan banyak kesalahannya.'

Dilarang Membicarakan Setiap Yang Didengar

Dunia kata di tengah umat manusia adalah dunia yang campur aduk. Seperti manusianya sendiri yang beragam dan campur aduk; shalih, fasik, munafik, musyrik dan kafir. Karena itu, kata-kata umat manusia tentu ada yang benar, yang dusta, ada yang baik dan ada yang buruk. Karena itu, ada kaidah dalam Islam soal kata-kata, 'Siapa yang membicarakan setiap apa yang didengarnya, berarti ia adalah pembicara yang dusta'. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam :
"Cukuplah seseorang itu berdosa, jika ia membicarakan setiap apa yang di-dengarnya."
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Cukuplah seseorang itu telah berdusta, jika ia membicarakan setiap apa yang didengarnya." (HR. Muslim).

Jangan Mengutuk dan Berbicara Kotor


Mengutuk dan sumpah serapah dalam kehidupan modern yang serba materialistis sekarang ini seperti menjadi hal yang dianggap biasa. Seorang yang sempurna akhlaknya adalah orang yang paling jauh dari kata-kata kotor, kutukan, sumpah serapah dan kata-kata keji lainnya. Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu meriwayatkan, Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

"Seorang mukmin itu bukanlah seorang yang tha'an, pelaknat, (juga bukan) yang berkata keji dan kotor." (HR. Bukhari).
Tha'an adalah orang yang suka-merendahkan kehormatan manusia, dengan mencaci, menggunjing dan sebagainya.

Melaknat atau mengutuk adalah do’a agar seseorang dijauhkan dari rahmat Allah. Imam Nawawi rahimahullah berkata, 'Mendo’akan agar seseorang dijauhkan dari rahmat Allah bukanlah akhlak orang-orang beriman. Sebab Allah menyifati mereka dengan rahmat (kasih sayang) di antara mereka dan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. Mereka dijadikan Allah sebagai orang-orang yang seperti bangunan, satu sama lain saling menguatkan, juga diumpamakan sebagaimana satu tubuh. Seorang mukmin adalah orang yang mencintai saudara mukminnya yang lain sebagai-mana ia mencintai dirinya sendiri. Maka, jika ada orang yang mendo’akan saudara muslimnya dengan laknat (dijauhkan dari rahmat Allah), itu berarti pemutusan hubungan secara total. Padahal laknat adalah puncak doa seorang mukmin terhadap orang kafir. Karena itu disebutkan dalam hadits shahih:
"Melaknat seorang mukmin adalah sama dengan membunuhnya." (HR. Bukhari). Sebab seorang pembunuh memutus-kan orang yang dibunuhnya dari berbagai manfaat duniawi. Sedangkan orang yang melaknat memutuskan orang yang dilaknatnya dari rahmat Allah dan kenikmatan akhirat.

Jangan Senang Berdebat Meski Benar

Saat ini, di alam yang katanya demokrasi, perdebatan menjadi hal yang lumrah bahkan malah digalakkan. Ada debat calon presiden, debat calon gubernur dan seterusnya. Pada kasus-kasus tertentu, menjelaskan argumen-tasi untuk menerangkan kebenaran yang berdasarkan ilmu dan keyakinan memang diperlukan dan berguna.

Tetapi, berdebat yang didasari ketidak-tahuan, ramalan, masalah ghaib atau dalam hal yang tidak berguna seperti tentang jumlah Ashhabul Kahfi atau yang sejenisnya maka hal itu hanya membuang-buang waktu dan berpe-ngaruh pada retaknya persaudaraan. (Lihat Tafsir Sa'di, 5/24, surat Kahfi: 22)

Maka, jangan sampai seorang mukmin hobi berdebat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Saya adalah penjamin di rumah yang ada di sekeliling Surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan, meski dia benar. Dan di tengah-tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta, meskipun dia bergurau. Juga di Surga yang tertinggi bagi orang yang baik akh-laknya." (HR. Abu Daud, dihasankan oleh Al-Albani).

Dilarang Berdusta Untuk Membuat Orang Tertawa


Dunia hiburan (entertainment) menjadi dunia yang digandrungi oleh sebagian besar umat manusia.
Salah satu jenis hiburan yang digandrungi orang untuk menghilangkan stress dan beban hidup yang berat adalah lawak. Dengan suguhan lawak ini orang menjadi tertawa terbahak-bahak, padahal di dalamnya campur baur antara kebenaran dan kedustaan, seperti memaksa diri dengan mengarang cerita bohong agar orang tertawa. Mereka inilah yang mendapat ancaman melalui lisan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan sabda beliau:
"Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, dan celakalah dia!" (HR. Abu Daud, dihasankan oleh Al-Albani).

Merendahkan Suara Ketika Berbicara

Meninggikan suaranya, berteriak dan membentak. Dalam pergaulan sosial, tentu orang yang semacam ini sangat dibenci. Bila sebagai pemimpin, maka dia adalah pemimpin yang ditakuti oleh bawahannya. Bukan karena kewibawaan dan keteladanannya, tapi karena suaranya yang menakutkan. Bila sebagai bawahan, maka dia adalah orang yang tak tahu diri.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan, 'Orang yang meninggikan suaranya terhadap orang lain, maka tentu semua orang yang berakal menge-tahui, bahwa orang tersebut bukanlah orang yang terhormat.' Ibnu Zaid berkata, 'Seandainya mengeraskan suara (dalam berbicara), adalah hal yang baik, tentu Allah tidak menjadikannya sebagai suara keledai.' Abdurrahman As-Sa'di berkata, 'Tidak diragukan lagi, bahwa (orang yang) meninggikan suara kepada orang lain adalah orang yang tidak beradab dan tidak menghormati orang lain.'

Karena itulah termasuk adab berbicara dalam Islam adalah merendahkan suara ketika berbicara. Allah berfirman, artinya: "Dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai." (QS. Luqman: 19).
 
==============================================================
Ainul Haris 
www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya

Pertemanan Dalam Islam

Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti, seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi diri. Manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan.

Memilih Teman Yang Baik

Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah bersabda,
"Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Makna hadits di atas adalah seseorang akan berbicara dan ber-perilaku seperti kebiasaan kawannya. Karena itu beliau Shalallaahu alaihi wasalam mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, kita harus menjauhinya.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makan-anmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Ahmad dihasankan oleh al-Albani)
Termasuk dalam larangan di atas adalah berteman dengan pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik.

Khathabi berkata, “Yang dimaksud dengan jangan memakan makananmu, kecuali orang yang bertakwa adalah dengan cara mengundang mereka dalam suatu jamuan makan. Sebab jamuan makan bisa melahirkan rasa kasih sayang dan cinta di antara yang hadir”. Adapun makanan yang memang dibutuhkan oleh mereka, maka tidak apa-apa diberikan.

Allah berfirman, artinya, "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan." (QS. Al-Insan: 8). Dan yang ditawan bisa saja adalah orang-orang kafir.

Demikian juga dalam pergaulan yang sifatnya umum seperti bertetang-ga, jual beli dan sebagainya, maka hukumnya masuk dalam hukum mua-malah, di mana kita boleh bermuamalah dengan siapa saja, muslim maupun non muslim.

Cinta Karena Allah

Persahabatan yang paling agung adalah persahabatan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah, bukan untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalin untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka persahabatan pun putus.

Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, tidak ada tujuan apa pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan ridha Allah. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, 'Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku." (HR. Muslim)

Dari Mu'adz bin Jabalzia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (HR. Ahmad).

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , diceritakan, "Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini', jawabnya, 'Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?' 'Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla', jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, "Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia."

Ungkapkan Cinta Karena Allah

Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan, "Ada seorang laki-laki di sisi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya mencintai orang itu (karena Allah)”. Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?” “Belum”, jawab laki-laki itu. Nabi bersabda, “Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu ia bangkit dan memberitahukan, “Sungguh saya mencintai anda karena Allah.” Maka orang ini berkata, “Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya." (HR. Ahmad, dihasankan oleh Al-Albani).

Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling mencintai karena Allah adalah untuk terus melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu. Adakah sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut dari berbagai kepentingan duniawi?

Lemah Lembut, Bermuka Manis dan Saling Memberi Hadiah

Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya kita selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Dalam sebuah hadis riwayat Aisyah Radhiallaahu anha disebutkan, bahwasanya "Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala sesuatu." (HR. al-Bukhari). Dalam hadis lain riwayat Muslim disebutkan “Bahwa Allah itu Maha Lemah-Lembut, senang kepada kelembut-an. Ia memberikan kepada kelembutan sesuatu yang tidak diberikan-Nya kepada kekerasan, juga tidak diberikan kepada selainnya."

Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang adalah saling memberi hadiah di antara sesama teman. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian. Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian." (HR. Imam Malik).

Saling Memberi Nasihat

Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar permintaan dan keinginan hawa nafsu teman. Tetapi prinsip menolong teman adalah keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran dan tidak menipu serta berbasa-basi dengan mereka dalam urusan agama Allah. Termasuk di dalamnya adalah amar ma'ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman.

Adapun mengikuti kemauan teman yang keliru dengan alasan solidaritas, atau berbasa-basi dengan mereka atas nama persahabatan, supaya mereka tidak lari dan meninggalkan kita, maka yang demikian ini bukanlah tuntunan Islam.

Berlapang Dada dan Berbaik Sangka

Salah satu sifat utama penebar kedamaian dan perekat ikatan persaudaraan adalah lapang dada. Orang yang berlapang dada adalah orang yang pandai memahami berbagai keadaan dan sikap orang lain, baik yang menyenangkan maupun yang menjengkelkan. Ia tidak membalas kejahatan dan kezhaliman dengan kejahatan dan kezhaliman yang sejenis, juga tidak iri dan dengki kepada orang lain. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya." (HR. HR. Tirmidzi, Al-Albani berkata “hasan”)

Karena itu Nabi Shalallaahu alaihi wasalam mengajarkan agar kita berdo’a dengan:
"Dan lucutilah kedengkian dalam hati- ku." (HR. Abu Daud, Al-Albani berkata 'shahih')
Termasuk bumbu pergaulan dan persaudaraan adalah berbaik sangka kepada sesama teman, yaitu selalu berfikir positif dan memaknai setiap sikap dan ucapan orang lain dengan persepsi dan gambaran yang baik, tidak ditafsirkan negatif. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
Jauhilah oleh kalian berburuk sangka, karena buruk sangka adalah pembicaraan yang paling dusta” (HR.Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan berburuk sangka di sini adalah dugaan yang tanpa dasar.

Menjaga Rahasia

Setiap orang punya rahasia. Biasa-nya, rahasia itu disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas Radhiallaahu anhu pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Anas Radhiallaahu anhu berkata, "
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam merahasiakan kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak memberitahukannya." (HR. Al-Bukhari).

Teman dan saudara sejati adalah teman yang bisa menjaga rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang pengkhianat terhadap amanat. Berkhia-nat terhadap amanat adalah termasuk salah satu sifat orang munafik.

Penutup

Persahabatan yang dijalin karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan sendirinya berpisah bahkan mungkin saling bermusuhan. Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat. Allah berfirman, artinya,
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. Az-Zukhruf: 67)

Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya karena mengharap keridhaan-Mu. Amin. 

=============================================
Ibnu Umar
www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya

Bunuh Diri, Mengapa Terjadi?



Salah satu belas kasih Allah subhanahu wata’ala terhadap orang-orang shalih yakni Allah subhanahu wata’ala memberikan kepada mereka dua kebahagiaan; Kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan perlu kita ketahui bahwa rasa bosan hidup yang Allah berikan kepada orang yang banyak melakukan maksiat, atau mencari kebahagian bukan dengan cara yang Dia ridhai, akan menjadikan sempit kehidupan dunia mereka sehingga mereka merasa terus tertekan. Maka orang yang demikian ini meskipun berada dalam kehidupan yang glamour dan penuh gemerlap, namun senantiasa merasa tersiksa hidupnya. Mengapa demikian?

Mengapa mereka yang banyak menikmati musik, mengunjungi tempat-tempat "hiburan" (baca maksiat), meminum khamer, melihat yang haram dan lain sebagainya, hanya menikmati itu dalam sesaat lalu setelah itu berubah menjadi kesempitan, kegalauan dan kesedihan?

Jawabannya yakni karena Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia untuk satu tugas, yang tidak akan mungkin kehidupan menjadi lurus jika dia melupakan tugas itu dan sibuk dengan selainnya. Tugas itu tidak lain adalah beribadah, sebagaimana firman-Nya, artinya,
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. adz-Dzariyat:56)

Jika seseorang menggunakan jasad dan ruhnya untuk sesuatu yang bertetangan dengan tujuan dari penciptaannya maka kehidupan akan menjadi berantakan. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang berjalan kaki, lalu sandalnya tiba-tiba putus, kemudian dia mengatakan, "Tidak apa-apa saya menggunakan peci saya untuk alas kaki. Lalu dia berjalan dengan alas peci tersebut. Maka orang yang melihatnya tentu akan mengatakan sebagai orang gila, karena peci adalah untuk tutup kepala bukan untuk alas kaki. Demikian pula ketika seseorang ingin menulis tidak menggunakan pena, namun menggunakan sepatu misalnya, maka jelas tidak akan dapat menulis dengannya.

Demikian pula manusia, dia diciptakan untuk beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka barang siapa yang menggunakan hidupnya bukan untuk fungsi itu dia akan celaka dan sengsara. Jika anda memperhatikan kondisi suatu masyarakat atau bangsa yang kehidupannya bukan untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, maka akan anda dapati mereka dalam keadaan rusak. Sehingga tidaklah mengherankan jika terlontar pertanyaan, "Mengapa tingkat kasus bunuh diri di negara yang menggunkan sistem kebebasan sangat tinggi? Mengapa di Amerika terjadi lebih dari dua puluh lima ribu kasus bunuh diri setiap tahunnya? Demikian pula kasus yang terjadi di Inggris, Peracis, Swedia dan lain-lain? Mengapa mereka bunuh diri? Apakah mereka tidak mendapati khamer secara bebas untuk diminum? Tidak, bahkan khamer dan minuman sejenis amatlah banyak di sembarang tempat. Apakah tidak ada negeri-negeri tempat melancong? Bahkan amat banyak negeri-negeri yang luas tempat mereka bersenang-senang. Lalu apakah mereka tidak diberi kebebasan untuk ini dan itu, apakah mereka dilarang berzina? Apakah tidak ada sarana hiburan, tempat-tempat permainan dan sejenisnya?

Tidak sama sekali! Bahkan mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan. Hidup dengan berbagai kesenangan dunia dan kehidupan seksual bebas, dan hal itu selalu ada di depan mata mereka. Jika demikian, mengapa mereka bunuh diri, mengapa mereka bosan hidup, mengapa mereka memilih mati dan meninggalkan khamer, zina dan segala permainan hidup?

Jawabannya sangatlah sederhana, yaitu sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wata’ala, artinya,
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS. 20:124)

Mereka selalu mendapatkan kesempitan hidup saat kedatangan dan kepergian mereka, dalam safar dan mukimnya mereka, ketika makan dan minum, tatkala berdiri dan duduk, selalu menyertai dalam tidur dan bangunnya dan dalam seluruh kehidupan mereka hingga mati.

Barangsiapa yang berpaling dari Allah subhanahu wata’ala dan peringatan-Nya, maka Allah akan memasukkan rasa ketakutan dan kesedihan di dalam hatinya. Dia berfirman, artinya,
Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim." (QS. 3:151)

Sedangkan orang yang mengenal Rabbnya, selalu menghadap kepada-Nya dengan sepenuh hati maka mereka mendapatkan kebahagiaan. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. 16:97)

Seorang Syaikh mengisahkan, “Aku pernah pergi berobat ke Inggris, dan aku masuk ke salah satu rumah sakit ternama yang ada di sana. Pasien yang masuk ke rumah sakit ini adalah orang-orang besar, pejabat tinggi dan para menteri. Ketika seorang dokter masuk ke ruanganku dan melihat penampilanku, dia berkata, "Anda seorang muslim? Aku menjawab, "Ya!" Dia lalu berkata, "Ada satu problem yang membuatku bingung setelah aku mengenal diriku, apakah mungkin anda mendengarkan apa yang saya alami? Aku jawab, "Tentu!

Dia lalu memulai ceritanya," Aku memiliki harta yang melimpah, pekerjaan yang sangat mapan, ijazah yang tinggi, dan aku telah mencoba seluruh kesenangan hidup, aku meminum berbagai jenis minuman keras, melakukan perzinaan dan seks bebas, pergi melancong ke negara ini dan itu. Akan tetapi mengapa aku selalu merasakan kesempitan hidup dan bosan dengan berbagai kesenangan itu? Aku telah berkali-kali mendatangi psikolog dan bahkan beberapa kali aku ingin mencoba bunuh diri, barangkali dengan itu aku mendapatkan kehidupan lain yang di sana tidak ada lagi kejenuhan dan kesempitan. Apakah anda tidak merasakan kejenuhan dan kesempitan di dalam hidup ini?" Aku katakan kepadanya, "Tidak, bahkan aku terus merasakan kebahagiaan, dan aku akan tunjukkan kepada anda jalan keluar dari masalah yang sedang anda hadapi, tetapi tolong jawab dulu pertanyaan saya!

“Jika anda ingin memuaskan mata anda maka apa yang anda lakukan? Dia menjawab, "Aku melihat wanita cantik dan pemandangan yang indah." Aku bertanya lagi, "Jika anda ingin memuaskan telinga anda maka apa yang anda lakukan? Dia berkata, "Aku mendengarkan musik yang merdu." Aku bertanya lagi, "Jika yang ingin anda puaskan adalah penciuman hidung maka apa yang anda lakukan? Dia lalu menjawab, "Aku mencium parfum atau pergi ke taman (untuk mencium bunga)."

Aku lalu berkata kepadanya, "Baiklah… sekarang saya bertanya, "Ketika anda ingin memuaskan mata, mengapa anda tidak mendengarkan musik saja?" Maka dia pun terheran-heran dan berkata, "Tidak mungkin, karena musik adalah khusus untuk dinikmati telinga." Lalu aku bertanya lagi, "Dan ketika anda ingin memuaskan penciuman hidung mengapa anda tidak melihat pemadangan yang indah?" Dia semakin heran dengan pertanyaanku, lalu berkata, "Tidak mungkin karena melihat pemandangan adalah untuk memuaskan mata."

Aku pun berkata, "Baik, kini aku telah sampai kepada apa yang aku inginkan dari diri anda. "Apakah anda merasakan jenuh di mata anda? Dia menjawab, "Tidak! Lalu apakah anda merasakannya di telinga anda, di hidung, mulut dan kemaluan anda? Dia menjawab, "Tidak, tetapi aku merasakan itu di dalam hatiku, di dalam dadaku." Aku berkata, "Anda merasakan kesempitan itu di dalam hati anda, padahal hati juga membutuhkan kepuasan tersendiri yang tidak akan mungkin dipenuhi dengan cara memuaskan anggota badan selainnya. Maka anda harus mengetahui apa saja yang dapat memberikan kepuasan hati (batin). Karena dengan mendengarkan musik, meminum khamer, memandang dan berzina yang anda lakukan itu tidak akan mungkin dapat memuaskan hati anda."

Orang tersebut keheranan lalu berkata, "Anda benar, lalu bagaimanakah cara untuk memuaskan hatiku?” Aku katakan, "Dengan bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah dan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah, dan anda bersujud di hadapan Allah yang menciptakan, anda mengadukan segenap kesedihan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan dengan itu anda akan merasakan kehidupan yang lapang, penuh ketenangan dan kebahagiaan." Dia lalu mengangguk-anggukkan kepalanya seraya berkata, "Berikan kepadaku buku tentang Islam dan berdoalah untukku, aku akan masuk Islam," tambahnya.

Maka aku pun menyelesaikan pengobatanku di sana, lalu setelah itu pulang kembali ke negeriku. Dan aku berharap orang itu benar-benar masuk Islam setelah itu. Benarlah firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. Yunus :57-58)

Sumber: “Hal tabhatsu ‘an wadzifah,” hal 31-35, Dr. Muhammad bin Abdur Rahman al-’Arifi [Ibn Djawari]
Baca Selengkapnya

2 Juni 2013

Arti Sebuah Hadiah


Gambar dari abul-jauzaa.blogspot.com
Anjuran agar saling mendekatkan hati, saling bersaudara dan mencintai di antara sesama kaum muslimin merupakan salah satu sisi keindahan Islam. Islam mensyari'atkan sarana yang dapat menyebabkan keakraban, mendamaikan dan menghilangkan kabut hati. Di antara sarana itu adalah saling memberikan hadiah di antara sesama muslim.

Hadiah dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan ucapan dan permintaan ma'af. Ia mampu menghilangkan kabut hati, memadam kan api permusuhan, menenangkan kemarahan dan melenyapkan rasa iri hati dan kedengkian. Ia dapat mendatangkan kecintaan dan persahabatan setelah sekian lama tercerai-berai.

Hadiah selalu memberi kesan perdamaian, rasa cinta dan penghargaan dari si pemberi kepada yang diberi. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan agar memberi dan menerima hadiah. Beliau menjelaskan pengaruh hadiah di dalam meraih kecintaan dan kasih sayang di antara sesama manusia,
"Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR. al-Bukhari, al-Adab al-Mufrid)

Beliau juga bersabda,
"Penuhilah undangan orang yang mengundang, janganlah menolak hadiah..." (HR.Ahmad dan al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrid)

Mengenai hadits ini, Ibn Hibbân mengomentari, "Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengecam tindakan menolak hadiah di kalangan sesama muslim. Bila seseorang diberi sebuah hadiah, wajib baginya untuk menerimanya dan tidak menolaknya. Saya menganjurkan orang-orang untuk saling mengirim hadiah kepada sesama saudara. Sebab hadiah dapat melahirkan kecintaan dan menghilangkan rasa dendam."

Antara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Hadiah

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan tidak menerima sedekah. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, "Bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disuguhi makanan, ia selalu bertanya; Apakah ia hadiah atau sedekah.? Jika dijawab, 'Sedekah' maka ia berkata kepada para shahabatnya, 'Makanlah oleh kalian' sementara ia tidak ikut memakannya. Sedangkan bila dijawab, 'hadiah' maka beliau mencuci tangannya lalu memakannya bersama mereka.'" (Muttafaqun 'alaih)

Hadits lainnya berasal dari 'Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan mendoakan pahala bagi (pemberi)-nya." (HR. al-Bukhari)

Salah satu jenis hadiah yang tidak pernah ditolak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah wewangian. Hal ini sebagaimana hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menolak wewangian." (HR. al-Bukhari) Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Siapa saja yang dihadiahi 'Raihan', maka janganlah menolaknya sebab ia ringan dibawa namun sedap baunya." (HR.Muslim)

Apa Yang Dilakukan Orang-Orang Anshar?

Orang-orang Anshar amat mengetahui betapa hajat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kesulitan hidup yang dialaminya. Karena itu, mereka selalu mengirim kan hadiah dan pemberian untuk beliau. Hal ini diceritakan oleh 'Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada 'Urwah radhiyallahu ‘anhu bahwa seringkali di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dinyalakan api karena tidak memasak. Lalu ketika 'Urwah bertanya apa yang dimakan bila kondisinya demikian. 'Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab, "Hanya korma dan air." Kemudian 'Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan bahwa sekalipun demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam punya tetangga orang-orang Anshar yang selalu mengirimkan hadiah, yaitu berupa air susu onta." (Muttafaqun 'alaih)

Memberi Hadiah Jangan Diukur Nilai Materinya

Anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar saling memberi hadiah walaupun sedikit tidak ditinjau dari sisi nilai materinya tetapi lebih kepada nilai maknawinya sebagaimana yang telah disinggung di atas. Hal ini dapat terlihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melalui hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau bersabda,
"Wahai para wanita kaum muslimin, janganlah ada seorang tetangga meremehkan pemberian tetangganya yang lain sekali ia (pemberian tersebut) berupa ujung kuku (teracak) unta." (HR.al-Bukhari). Padahal, apalah artinya kuku yang tentunya hanya menyisakan sedikit daging.

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan permisalan menarik yang menunjukkan perlunya sikap tawadlu' (rendah hati) dalam menerima hadiah apa pun,
"Andaikata aku diundang untuk menyantap makanan (yang berupa) bagian hasta atau bagian di bawah tumit, niscaya aku penuhi undangan itu, dan andaikata aku dihadiahi hal yang sama juga niscaya aku menerimanya." (HR. al-Bukhari)

Bila kita renungkan lebih mendalam, apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih membutuhkan makanan dari orang lain? Jawabannya sudah pasti, tidak. Sebab sebagaimana yang kita ketahui bahwa beliau diberi makan dan minum oleh Rabbnya akan tetapi hal itu merupakan pelajaran praktis agar bersikap tawadlu' dan rendah hati terhadap kaum muslimin apa pun kedudukan mereka.

Kehidupan para ulama Salaf juga sarat dengan hal itu di mana mereka saling memberi hadiah, sekecil apa pun bentuknya, terkadang ada yang hanya berupa kurma yang belum matang, ada yang berupa setangkai bunga mawar, ada yang hanya berupa garam yang ditumbuk dan tetumbuhan yang wangi aromanya.

Saling Memberi Hadiah antara Suami-Istri

Hadiah adalah sesuatu yang mengagumkan, apalagi bila terjadi di antara suami-isteri. Ia dapat menambah rasa kecintaan dan kedekatan hati antara keduanya, memperbarui ruh kehidupan rumah tangga dan menghilangkan perselisihan yang sebelumnya bisa saja akan bertambah meruncing bila kedua pasangan tidak menyadari apa yang dapat menghilangkannya.

Seorang istri lebih mudah tersentuh oleh hadiah yang diberikan suaminya ketimbang terhadap hadiah orang lain, demikian pula dengan sang suami. Bahkan bila ingin, isteri boleh memberikan sebagian maharnya kepada sang suami asalkan secara sukarela. Allah subhanahu wata’alaberfirman,
"Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya." (an-Nisâ`:4)

Beberapa Hal Penting yang Perlu Diperhatikan

1. Tidak boleh mengambil kembali hadiah yang telah diberikan kepada orang lain sebab hal itu sebagaimana makna sebuah hadits sama seperti anjing yang menelan lagi makanan yang telah dimuntahkannya. (Muttafaqun 'alaih).

Akan tetapi, boleh mengambil kembali hadiah yang telah diberikan karena alasan yang sesuai syari'at seperti curiga bahwa ia berasal dari hasil suap. Contohnya, ash-Sha'b bin Jatstsamah radhiyallahu ‘anhu pernah memberi hadiah seekor keledai liar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ,, ,,namun beliau menolak nya karena ia sedang berpakaian ihram. Demikian pula, bila seorang pegawai yang sudah memiliki gaji diberi hadiah, maka ia tidak boleh menerimanya dan ini seperti kasus Ibn al-Lutbiyyah di mana Rasulullah mengecamnya. (Muttafaqun 'alaih)

2. Hendaknya yang lebih diutamakan di dalam memberi hadiah adalah keluarga terdekat; kaum kerabat seperti paman pihak ibu dan ayah dan orang semisal mereka. Demikian juga boleh mendahulukan orang yang di hati seseorang mendapat tempat yang dekat. Imam al-Bukhari mencantumkan bab tentang siapa yang lebih dahulu harus diberi hadiah, lalu beliau mengetengahkan dua hadits; yang pertama, beliau menyarankan kepada sang penanya agar diberikan kepada paman dari garis ibunya dan yang ke dua ketika ditanyai kepada beliau mana di antara dua tetangga yang didahulukan dalam memberi hadiah, beliau menjawab, "Yang paling dekat pintunya darimu."

=================================================
Ibnu Yahya
www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya

Nasehat Bagi Muslimah! Cara Memanfaatkan Waktu

Bila waktu tidak digunakan dengan baik maka akan terbuang untuk perkara yang sia-sia. Semua orang merasakan hal itu. Maka jika seseorang tidak mengisi waktunya dengan kebaikan, ia akan menghabiskan waktunya untuk kejelekan. Orang yang tidak mengambil faedah dari waktu mereka, menyia-nyiakannya untuk perkara yang merugikan, maka waktunya itu akan menjadi padang rumput bagi syetan-syetan yang senantiasa membolak-balikkannya dalam kesesatan. Na'udzubillah.

Orang-orang yang sadar akan cepatnya waktu berlalu, mereka adalah orang-orang yang mendapatkan taufik dari Allah sehingga waktu mereka benar-benar bermanfaat. Dari Abdullah Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya dia berkata: "Tidaklah aku menyesali sesuatu, seperti penyesalanku atas suatu hari yang berlalu dengan terbenamnya matahari, semakin berkurang umurku tetapi tidak bertambah amalanku."

Maka perlu Anda ketahui beberapa hal wahai ukhti muslimah tentang bagaimana memanfaatkan waktumu:

1. Membaca bacaan yang bermanfaat

Wahai ukhti muslimah, hendaklah engkau memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim dan menghafal serta mendengarkannya. Rasul Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang membaca Al-Qur'an sedang dia terbata-bata dalam membacanya serta kesulitan dalam membacanya maka dia mendapatkan dua pahala, sedangkan orang yang membaca dengan mahir maka dia bersama para penulis kitab (malaikat) yang mulia lagi berbakti." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

2. Berdzikir kepada Allah

Ini adalah amalan yang mudah, setiap orang mampu melakukannya, baik orang kaya maupun miskin, orang yang berilmu maupun jahil, orang merdeka atau budak, laki-laki maupun wanita, besar ataupun kecil.

Wahai ukhti muslimah, hendaknya engkau berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan, dan jadikanlah berdzikir sebagai amalan yang mengisi hari-harimu, lebih-lebih lagi hal itu merupakan amalan yang amat mudah engkau lakukan.

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan perbedaan antara orang yang berdzikir kepada Allah dengan orang yang tidak berdzikir, seperti perbedaan antara orang yang hidup dan orang yang mati. Sabda Rasul Shalallahu 'alaihi wa sallam :
"Barangsiapa yang bangun di malam hari kemudian mengucapkan:
Laa ilaha illallahu wah dahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu biyadihil khair yuhyii wayumiitu wahuwa 'ala kulli syaiin qadiir. SubhaanAllahi Walhamdulillaahi walaa ilaha illallahu waAllaahu akbar walaa haula wala quwwata illaa billaahi.
kemudian dia berdo'a : Allaahummagfirli.
(Ya Allah ampunilah aku) niscaya akan diterima do' anya. Dan jika dia berwudhu (untuk shalat) niscaya diterima shalatnya
". (HR. Al-Bukhari).

3. Mendidik anak-anak

Wahai ukhti muslimah, mendidik anak-anak merupakan tanggung jawab yang agung, tugas itu merupakan tanggung jawab yang besar bagimu. Karena laki-laki lebih banyak kesibukannya daripada wanita dan lebih sedikit tinggal di rumah. Adapun seorang ibu lebih dekat kepada anak-anaknya dan lebih banyak di rumah.

4. Memerintahkan kepada yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhu dia berkata:
"Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Barang-siapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah dia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisan (nasihat). Dan jika tidak mampu maka hendaklah meng-ubahnya dengan hati (tidak senang dengan kemungkaran itu) dan itulah selemah-lemah iman'." (HR. Muslim).

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan wanita muslimah dalam menjaga waktunya:

1. Hendaklah dia senantiasa merasa diawasi Allah Ta'ala dan takut kepadaNya.

Seorang wanita muslimah yang merasa diawasi oleh Allah subhanahu wata'ala, takut kepadaNya dan merasa takut akan hukumanNya serta mengharapkan pengampunanNya tidak mungkin menyia-nyiakan waktunya tanpa faedah, bahkan dia lebih semangat untuk mengoreksi dirinya setiap saat.

2. Wanita muslimah hendaklah mengetahui waktu dan tempat yang mempunyai keutamaan.

Wanita muslimah perlu mengambil faedah, dengan mengetahui waktu-waktu dan tempat-tempat yang mempunyai keutamaan. Misalnya, kapan dilipatganda-kannya pahala setiap amalan. Di antaranya adalah sepertiga akhir malam. Ia merupakan waktu yang utama dan waktu dikabulkannya do'a.

3. Wanita muslimah hendaknya mengetahui kewajiban-kewajibannya.

Di antaranya kewajiban kepada Rabb-nya, kewajiban kepada orang tuanya, kewajiban kepada suaminya, kewajiban terhadap anaknya, kewajiban terhadap kaum kerabatnya, kewajiban terhadap tetangga, kewajiban terhadap saudara dan temannya, dan kewajiban terhadap masyarakatnya.
Wanita muslimah harus mendirikan shalat lima waktu tepat pada waktunya. Tidak melalaikan waktu-waktu shalat tersebut karena disibukkan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, atau tugas sebagai ibu dan istri. Sebab shalat merupakan tiang agama, siapa yang menegakkannya berarti dia menegakkan agama, dan siapa yang meninggalkan-nya berarti dia telah merobohkan agama. Shalat merupakan amal yang paling utama.

Diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu dia berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah SAW apakah amal yang paling utama?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya, kemudian apa lagi? Beliau menjawab, " Berbakti kepada orang tua." Aku bertanya, kemudian apa lagi? Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." (Muttafaq Alaih).

Wanita muslimah yang taat tidak merasa cukup hanya melaksanakan shalat wajib lima waktu, tetapi juga melaksanakan shalat-shalat sunnah rawatib dan nawafil (sunnah secara mutlak), sesuai dengan kesempatan dan kesanggupannya, seperti shalat dhuha dan shalat tahajud. Sebab shalat-shalat sunah ini dapat mendekatkan hamba kepada Rabb -nya, mendatangkan kecintaan Allah dan ridhaNya, menjadikannya termasuk orang-orang yang shalih, taat dan beruntung.

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah hadist qudsy Allah berfirman: "Hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan melaksanakan shalat-shalat nafilah hingga Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya, dengannya dia mendengar, Aku menjadi penglihatannya, dengannya dia melihat, Aku menjadi tangannya, dengannya dia bertindak, Aku menjadi kakinya, dengannya dia berjalan. Jika dia memohon kepadaKu maka Aku benar-benar akan memberinya dan Jika dia meminta perlindungan kepadaKu maka Aku benar-benar akan melindunginya". (HR.Al-Bukhari).

Dan hal-hal lain yang merupakan kewajiban seorang wanita muslimah, dan jangan lupa memohon taufik kepada Allah untuk merealisasikan semua itu!

4. Hendaklah seorang wanita muslimah memilih majlis yang baik.

Seorang manusia sesuai tabiatnya tidak mungkin hidup sendiri bahkan dia harus mempunyai teman duduk, dan yang paling ideal adalah teman duduk yang mempunyai akhlak yang mulia. Sebagaimana sabda Nabi Shalallau 'alahi wa sallam :
"Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah seperti pembawa minyak wangi dengan seorang pandai besi". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Mudah-mudahan Allah Taala memberi kekuatan kepada kita agar senantiasa dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Amin


Maraji: Kaifa Taqdhi Al-Maratul Muslimah Waqtaha: Sulaiman Ibnu Muhammad, Risalah Ila Kulli Muslim: Abdullah Ibnu Jarullah Ibrahim Al-Jarullah, Syakhshiyah Al-Mar'ah Al-Muslimah: Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimy dan Hadits Arba'in An-Nawawi.
===========================================================
Ummu Abdillah
www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya