31 Mei 2013

Tak Mau Berjilbab, Alasan Dan Jawabannya

Seorang muslimah, diperintahkan untuk menutup auratnya ketika keluar rumah, yaitu dengan mengenakan pakaian syar'i yang dikenal dengan jilbab atau hijab. Namun dalam kenyataan masih banyak di antara para muslimah yang belum mau memakainya. Ada yang dilarang oleh orang tuanya, ada yang beralasan belum waktunya atau nanti setelah pergi haji dan segudang alasan yang lain. Nah apa jawaban untuk mereka?

1. Saya Belum Bisa Menerima Hijab

Untuk ukhti yang belum bisa menerima hijab maka perlu kita tanyakan, "Bukankah ukhti sungguh-sungguh dan yakin dalam memeluk Islam, dan bukankah ukhti telah mengucapkan la ilaha illallah Muhammad rasulullah dengan yakin? Yang berarti menerima apa saja yang diperintahkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasulullah? Jika ya maka sesungguhnya hijab adalah salah satu syari'at Islam yang harus dilaksanakan oleh para muslimah. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memerintah kan para mukminah untuk memakai hijab dan demikian pula Rassulullah Shalallaahu alaihi wasalam memerintahkan itu. Jika anda beriman kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, maka anda tentu akan dengan senang hati memakai hijab itu.

2. Saya Menerima Hijab, Namun Orang Tua Melarang.

Kalau saya tidak taat kepada orang tua, saya bisa masuk neraka. Kepada saudariku kita beritahukan bahwa memang benar orang tua memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia, dan kita diperintahkan untuk berbakti kepada mereka. Namun taat kepada orang tua dibolehkan dalam hal yang tidak mengandung maksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , sebagaimana dalam firman-Nya, artinya,

"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya," (QS. Luqman:15)

Meskipun demikian kita tetap harus berbuat baik kepada kedua orang tua kita selama di dunia ini.

Inti permasalahannya adalah, bagaimana saudari taat kepada orang tua namun bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala adalah yang menciptakan anda, memberi nikmat, rizki, menghidupkan dan juga yang menciptakan kedua orang tua saudari?

3. Saya Tidak Punya Uang untuk Membeli Jilbab

Ada dua kemungkinan wanita muslimah yang mengucapkan seperti ini, yaitu mungkin dia berdusta dan mungkin juga dia jujur. Jika dalam kesehariannya dia mampu membeli berbagai macam pakaian dengan model yang beraneka ragam, mampu membeli perlengkapan ini dan itu, maka berarti dia telah bohong. Dia sebenarnya memang tidak berniat untuk membeli pakaian yang sesuai tuntunan syari'at. Padahal pakaian syar،¦i biasanya tidak semahal pakaian-pakaian model baru yang bertabarruj.

Maka apakah saudari tidak memilih pakaian yang seharusnya dikenakan oleh seorang wanita muslimah. Apakah anda tidak memilih sesuatu yang dapat menyelamatkan anda dari adzab Allah Subhannahu wa Ta'ala dan kemurkaan-Nya? Ketahuilah pula bahwa kemuliaan seseorang bukan pada model pakaiannya, namun pada takwanya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dia telah berfirman, artinya,

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu." (QS. al-Hujurat:13)

Adapun jika memang anda seorang yang jujur, jika benar-benar saudari berniat untuk memakai jilbab maka Allah Subhannahu wa Ta'ala akan memberikan jalan keluar. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah mengatakan, artinya,

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. ath-Thalaq 2-3)

Kesimpulannya adalah bahwa untuk mencapai keridhaan Allah dan untuk mendapatkan surga, maka segala sesuatu akan menjadi terasa ringan dan mudah.

4. Cuaca Sangat Panas

Jika saudari beralasan bahwa cuaca sangat panas, kalau memakai jilbab rasanya gerah, maka saudari hendaklah selalu mengingat firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , artinya,

"Katakanlah, "Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jikalau mereka mengetahui."(QS. 9:81)

Apakah anda menginginkan sesuatu yang lebih panas lagi daripada panasnya dunia ini, dan bagaimana saudari menyejajarkan antara panasnya dunia dengan panasnya neraka? Yang dikatakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , artinya,

"Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah." (QS. 78:24-25)

Wahai saudariku, ketahuilah bahwa surga itu diliputi dengan berbagai kesusahan dan segala hal yang dibenci nafsu, sedangkan neraka dihiasi dengan segala yang disenangi hawa nafsu.

5. Khawatir Nanti Aku Lepas Jilbab Lagi

Ada seorang muslimah yang mengatakan, "Kalau aku pakai jilbab, aku khawatir nanti suatu saat melepasnya lagi." Saudariku, kalau seseorang berpikiran seperti anda, maka bisa-bisa dia meninggalkan seluruh atau sebagian ajaran agama ini. Bisa-bisa dia tidak mau shalat, tidak mau berpuasa karena khawatir nanti tidak bisa terus melakukannya.

Itu semua tidak lain merupakan godaan dan bisikan setan, maka hendaklah suadari mencari sebab-sebab yang dapat menjadikan anda selalu beristiqamah. Di antaranya dengan banyak berdo'a agar diberikan ketetapan hati di atas agama, bersabar dan melakukan shalat dengan khusyu'. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya,
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." (QS. 2:45)

Jika saudari telah memegang teguh sebab-sebab hidayah dan telah merasakan manisnya iman maka saudari pasti tidak akan meninggalkan perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala , karena dengan melaksanakan itu anda akan merasa tentram dan nikmat.

6. Aku Takut Tidak Ada Yang Menikahiku

Saudariku! Sesungguhnya laki-laki yang mencari istri seorang wanita yang bertabarruj, membuka aurat dan senang melakukan berbagai kemaksiatan maka dia adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu. Dia tidak cemburu terhadap yang diharamkan Allah Subhannahu wa Ta'ala, tidak cemburu terhadapmu, dan tidak akan membantumu dalam ketaatan, menuju surga serta menyelamatkanmu dari neraka.

Jadilah engkau wanita yang baik, insya Allah Subhannahu wa Ta'ala engkau mendapatkan suami yang baik pula. Engkau lihat berapa banyak wanita yang tidak berhijab, namun dia tidak menikah, dan engkau lihat berapa banyak wanita berjilbab yang telah menjadi seorang istri.

7. Kita Harus Bersyukur

"Oleh karena kecantikan merupakan nikmat dari Allah Subhannahu wa Ta'ala, maka kita harus bersyukur kepada-Nya, dengan memperlihatkan keindahan tubuh, rambut dan kecantikan kita." Mungkin ada di antara muslimah yang beralasan demikian.

Suadariku! Itu bukanlah bersyukur, karena bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala bukan dengan cara melakukan kemaksiatan. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka." (QS. an-Nur:31)

Dalam firman-Nya yang lain,
"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (QS.al-Ahzab:59)

Nikmat terbesar yang Allah Subhannahu wa Ta'ala berikan kepada kita adalah iman dan Islam, jika anda ingin bersyukur kepada Allah maka perlihatkanlah kesyukuran itu dengan sesuatu yang disenangi dan diperintahkan Allah Subhannahu wa Ta'ala, di antaranya adalah dengan mememakai hijab atau jilbab. Inilah syukur yang sebenarnya.

8.Belum Mendapatkan Hidayah

Ada sebagian muslimah yang mengatakan, "Saya tahu bahwa jilbab itu wajib, namun saya belum mendapatkan hidayah untuk memakainya." Kepada saudariku yang yang beralasan demikian kami katakan, "Bahwa hidayah itu ada sebabnya sebagaimana sakit itu akan sembuh dengan sebab pula. Orang akan kenyang juga dengan sebab, yakni makan. Kalau anda setiap hari meminta kepada Allah agar ditunjukkan ke jalan yang lurus, maka anda harus berusaha meraihnya.Di antaranya, hendaklah anda bergaul dengan wanita yang baik-baik, ini merupakan sarana yang sangat efektif, sehingga hidayah dapat anda raih dan terus-menerus terlimpah kepada ukhti.

9.Aku Takut Dikira Golongan Sesat

Ketahuilah saudariku! Bahwa dalam hidup ini hanya ada dua kelompok, hizbullah (kelompok Allah) dan hizbusy syaithan (kelompok syetan). Golongan Allah adalah mereka yang senantiasa menolong agama Allah Subhannahu wa Ta'ala, melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Sedangkan golongan setan sebaliknya selalu bermaksiat kepada Allah dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan ketika ukhti melakukan ketaatan, salah satunya adalah memakai hijab maka berarti ukhti telah menjadi golongan Allah subhanahu wa Ta'ala, bukan kelompok sesat.

Sebaliknya mereka yang mengumbar aurat, bertabarruj, berpakaian mini dan yang semisal itu, merekalah yang sesat. Mereka telah terbius godaan syetan atau menjadi pengekor orang-orang munafik dan orang-orang kafir. Maka berbahagialah anda sebagai kelompok Allah Subhannahu wa Ta'ala yang pasti menang.

Jilbab atau hijab adalah bentuk ibadah yang mulia, jangan sejajarkan itu dengan ocehan manusia rendahan. Dia disyari'atkan oleh Penciptamu, kalau engkau taat kepada manusia dalam rangka bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala maka sungguh engkau akan binasa dan merugi. Mengapa engkau mau diperbudak oleh mereka dan meninggalkan ketaatan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala Yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan dan mematikanmu?
----------------------------------------------------
Sumber: Buletin Darul Qasim, " Wa man Yamna'uki minal hijab", Dr Huwaidan Ismail
www.alsofwah.or.id

Baca Selengkapnya

30 Mei 2013

Mendeteksi Sehatnya Qalbu

Gambar Dari Google
Qalbu yang sehat memiliki beberapa tanda, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah di dalam kitab "Ighatsatul Lahfan min Mashayid asy-Syaithan". Dan di antara tanda-tanda tersebut adalah mampu memilih segala sesuatu yang bermanfaat dan memberikan kesembuhan. Dia tidak memilih hal-hal yang berbahaya serta menjadikan sakitnya qalbu. Sedangkan tanda qalbu yang sakit adalah sebaliknya. Santapan qalbu yang paling bermanfaat adalah keimanan dan obat yang paling manjur adalah al-Qur'an. Selain itu, qalbu yang sehat memiliki karakteristik sebagai berikut:

1.Mengembara ke Akhirat

Qalbu yang sehat mengembara dari dunia menuju ke akhirat dan seakan-akan telah sampai di sana. Sehingga dia merasa seperti telah menjadi penghuni akhirat dan putra-putra akhirat. Dia datang dan berada di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing, yang mengambil sekedar keperluannya, lalu akan segera kembali lagi ke negeri asalnya. Nabi shallallhu 'alaihi wasallam bersabda,
"Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau (musafir) yang melewati suatu jalan." (HR. Bukhari)

Ketika qalbu seseorang sehat, maka dia akan mengembara menuju akhirat dan terus mendekat ke arahnya, sehingga seakan-akan dia telah menjadi penghuninya. Sedangkan bila qalbu tersebut sakit, maka dia terlena mementingkan dunia dan menganggapnya sebagai negeri abadi, sehingga jadilah dia ahli dan hambanya.

2.Mendorong Menuju Allah subhanahu wata'ala

Di antara tanda lain sehatnya qalbu adalah selalu mendorong si empunya untuk kembali kepada Allah subhanahu wata'ala dan tunduk kepada-Nya. Dia bergantung hanya kepada Allah, mencintai-Nya sebagaimana seseorang mencintai kekasihnya. Tidak ada kehidupan, kebahagiaan, kenikmatan, kesenangan kecuali hanya dengan ridha Allah, kedekatan dan rasa jinak terhadap-Nya. Merasa tenang dan tentram dengan Allah, berlindung kepada-Nya, bahagia bersama-Nya, bertawakkal hanya kepada-Nya, yakin, berharap dan takut kepada Allah semata.

Maka qalbu tersebut akan selalu mengajak dan mendorong pemiliknya untuk menemukan ketenangan dan ketentraman bersama Ilah sembahannya. Sehingga tatkala itulah ruh benar-benar merasakan kehidupan, kenikmatan dan menjadikan hidup lain daripada yang lain, bukan kehidupan yang penuh kelalaian dan berpaling dari tujuan penciptaan manusia. Untuk tujuan menghamba kepada Allah subhanahu wata'ala inilah surga dan neraka diciptakan, para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan.

Abul Husain al-Warraq berkata, "Hidupnya qalbu adalah dengan mengingat Dzat Yang Maha Hidup dan Tak Pernah Mati, dan kehidupan yang nikmat adalah kehidupan bersama Allah, bukan selain-Nya."

Oleh karena itu terputusnya seseorang dari Allah subhanahu wata'ala lebih dahsyat bagi orang-orang arif yang mengenal Allah daripada kematian, karena terputus dari Allah adalah terputus dari al-Haq, sedang kematian adalah terputus dari sesama manusia.

3.Tidak Bosan Berdzikir

Di antara sebagian tanda sehatnya qalbu adalah tidak pernah bosan untuk berdzikir mengingat Allah subhanahu wata'ala. Tidak pernah merasa jemu untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan selain-Nya, kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya, orang yang mengingatkan dia kepada Allah subhanahu wata،¦ala atau saling mengingatkan dalam kerangka berdzikir kepada-Nya.

4. Menyesal jika Luput dari Berdzikir

Qalbu yang sehat di antara tandanya adalah, jika luput dan ketinggalan dari dzikir dan wirid, maka dia sangat menyesal, merasa sedih dan sakit melebihi sedihnya seorang bakhil yang kehilangan hartanya.

5. Rindu Beribadah

Qalbu yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi kepada Allah subhanahu wata'ala, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap makanan dan minuman.

6.Khusyu' dalam Shalat

Qalbu yang sehat adalah jika dia sedang melakukan shalat, maka dia tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang bersifat keduniaan. Sangat memperhatikan masalah shalat dan bersegera melakukannya, serta mendapati ketenangan dan kenikmatan di dalam shalat tersebut. Baginya shalat merupakan kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa.

7.Kemauannya Hanya kepada Allah

Qalbu yang sehat hanya satu kemauannya, yaitu kepada segala sesuatu yang diridhai Allah subhanahu wata،¦ala.

8. Menjaga Waktu

Di antara tanda sehatnya qalbu adalah merasa kikir (sayang) jika waktunya hilang dengan percuma, melebihi kikirnya seorang yang pelit terhadap hartanya.

9. Introspeksi dan Memperbaiki Diri

Qalbu yang sehat senantiasa menaruh perhatian yang besar untuk terus memperbaiki amal, melebihi perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkat kan keikhlasan dalam beramal, mengharap nasihat, mutaba'ah (mengontrol) dan ihsan (seakan-akan melihat Allah subhanahu wata،¦ala dalam beribadah, atau selalu merasa dilihat Allah). Bersamaan dengan itu dia selalu memperhatikan pemberian dan nikmat dari Allah subhanahu wata،¦ala serta kekurangan dirinya di dalam memenuhi hak-hak-Nya.

Demikian di antara beberapa fenomena dan karakteristik yang mengindikasikan sehatnya qalbu seseorang.

Dapat disimpulkan bahwa qalbu yang sehat dan selamat adalah qalbu yang himmah (kemauannya) kepada sesuatu yang menuju Allah subhanahu wata،¦ala, mencintai-Nya dengan sepenuhnya, menjadikan-Nya sebagai tujuan. Jiwa raganya untuk Allah, amalan, tidur, bangun dan bicaranya hanyalah untuk-Nya. Dan ucapan tentang segala yang diridhai Allah lebih dia sukai daripada segenap pembicaran yang lain, pikirannya selalu tertuju kepada apa saja yang diridhai dan dicintai-Nya.

Berkhalwah (menyendiri) untuk mengingat Allah subhanahu wata'ala lebih dia sukai daripada bergaul dengan orang, kecuali dalam pergaulan yang dicintai dan diridhai-Nya. Kebahagiaan dan ketenangannya adalah bersama Allah, dan ketika dia mendapati dirinya berpaling kepada selain Allah, maka dia segera mengingat firman-Nya,
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya." (QS. 89: 27-28)

Dia selalu mengulang-ulang ayat tersebut, dengan harapan dia akan mendengarkannya nanti pada hari Kiamat dari Rabbnya. Maka akhirnya qalbu tersebut di hadapan Ilah dan Sesembahannya yang Haq akan terwarnai dengan sibghah (celupan) sifat kehambaan. Sehingga jadilah abdi sejati sebagai sifat dan karakternya, ibadah menjadi kenikmatannya bukan beban yang memberatkan. Dia melakukan ibadah dengan rasa suka, cinta dan kedekatan kepada Rabbnya.

Ketika disodorkan kepadanya perintah atau larangan dari Rabbnya, maka hatinya mengatakan, "Aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi dengan suka cita, sesungguhnya aku mendengarkan, taat dan akan melakukannya. Engkau berhak dan layak mendapatkan semua itu, dan segala puji kembali hanya kepada-Mu."

Apabila ada takdir menimpanya maka dia mengatakan, " Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, miskin dan membutuhkan-Mu, aku hamba-Mu yang fakir, lemah tak berdaya. Engkau adalah Rabbku yang Maha Mulia dan Maha Penyayang. Aku tak mampu untuk bersabar jika Engkau tidak menolongku untuk bersabar, tidak ada kekuatan bagiku jika Engkau tidak menanggungku dan memberiku kekuatan. Tidak ada tempat bersandar bagiku kecuali hanya kepada-Mu, tidak ada yang dapat memberikan pertolongan kepadaku kecuali hanya Engkau. Tidak ada tempat berpaling bagiku dari pintu-Mu, dan tidak ada tempat untuk berlari dari-Mu."

Dia mempersembahkan segalanya hanya untuk Allah subhanahu wata'ala, dan dia hanya bersandar kepada-Nya. Apabila menimpanya sesuatu yang tidak dia sukai maka dia berkata, "Rahmat telah dihadiahkan untukku, obat yang sangat bermanfaat dari Dzat Pemberi Kesembuhan yang mengasihiku." Jika dia kehilangan sesuatu yang dia sukai, maka dia berkata, "Telah disingkirkan keburukan dari sisiku."

Semoga Allah subhanahu wata'ala memperbaiki qalbu kita semua, dan menjaganya dari penyakit-penyakit yang merusak dan membinasakan, Amin.

Sumber: Mawaridul Aman al Muntaqa min Ighatsatil Lahfan fi Mashayid asy-Syaithan, penyusun Syaikh Ali bin Hasan bin Ali al-Halabi.

www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya

Kekeliruan Berpakaian Dalam Shalat

Seorang muslim sudah seharusnya memahami setiap perkara penting yang menyangkut agamanya, terutama yang bersifat fardhu 'ain, seperti shalat.

Salah satu masalah yang terkait dengan shalat dan kurang mendapat perhatian dari sebagian kaum muslimin adalah tentang pakaian di dalam shalat. Masih banyak di antara mereka yang belum faham tentang pakaian yang dianjurkan, yang dilarang dan yang dibenci jika pakai pada waktu shalat.

Dalam edisi ini kami turunkan sebuah pembahasan tentang beberapa kekeliruan berpakaian di dalam shalat yang kami ambil dari kitab “al-Muhkam al- Matin” , ringkasan dari kitab “al-Qaul al-Mubin fi Akhta’ al Mushallin” karya syaikh Masyhur bin Hasan al-Salman.

Di antara kekeliruan tersebut adalah:
     Shalat dengan pakaian ketat

    Memakai pakaian ketat dalam shalat adalah makruh dalam tinjauan syar'i dan tidak baik dari segi kesehatan. Jika ketika memakainya sampai tingkat meninggalkan shalat (dengan alasan susah untuk melakukan gerakan ini dan itu), maka hukum memakainya menjadi haram. Dan terbukti bahwa kebanyakan orang yang memakai celana ketat adalah mereka yang tidak shalat atau jarang melakukannya.

   Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata, "Celana panjang (ketat, red) itu membentuk aurat, dan aurat laki-laki adalah dari lutut sampai pusar. Seorang yang sedang shalat harus semaksimal mungkin menjauhi segala kemaksiatan ketika dia sedang sujud, yakni dengan terlihat bentuk kedua pantatnya (karena sempitnya celana itu-red), atau bahkan membentuk aurat yang ada di antara keduanya (kemaluan). Maka bagaimana orang seperti ini berdiri di hadapan Rabb seru sekalian alam?

    Jika celana yang dipakai adalah longgar maka menurut Syaikh al-Albani tidak apa-apa, namun yang lebih utama adalah dengan mengenakan gamis (baju panjang) hingga menutupi lutut, atau setengah betis dan boleh dijulurkan maksimal hingga mata kaki.

    Shalat dengan pakaian tipis atau asal-asalan

    Tidak boleh shalat dengan pakaian tipis yang menampakkan anggota badan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang di masa ini. Dengan sengaja memakainya maka berarti sengaja memperlihatkan bagian auratnya yang seharusnya tertutup. Mereka telah tergiring oleh syahwat sehingga menjadi pengikut mode dan adat, mereka juga telah terbius oleh para penyeru permisivisme yang membolehkan manusia berkreasi dan melakukan apa saja tanpa mengindah kan norma dan aturan syari'at.

    Masuk kategori shalat dengan pakaian asal-asalan adalah shalat memakai piyama atau baju tidur. Suatu ketika Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya oleh seseorang tentang shalat dengan memakai satu pakaian (misal: celana panjang saja tanpa memakai baju atau memakai gamis tanpa mengenakan celana-red), maka beliau menjawab, "Bukankah masing masing kalian mendapati dua pakaian?"

    Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu melihat Nafi’ shalat sendirian dengan memakai satu pakaian, maka dia berkata kepada Nafi’," Bukankah aku memberikan untukmu dua pakaian? Nafi' menjawab, "Ya, benar.” Maka Ibnu Umar bertanya, “Apakah engkau ketika keluar ke pasar hanya dengan satu pakaian?” Nafi' menjawab,” Tidak." Maka Ibnu Umar berkata, “Sungguh berhias untuk Allah adalah lebih berhak (dilakukan)."

    Maka dengan demikian orang yang shalat dengan baju tidur termasuk dalam kategori ini, karena tentu dia akan merasa malu apabila bepergian atau ke pasar dengan memakai piyama tersebut.

    Dan bagi wanita, shalat dengan pakaian yang tipis urusannya lebih berat dari pada laki-laki. Maka jangan sampai para wanita shalat dengan pakaian yang terbuat dari kain yang tipis atau transparan, karena meskipun menutup seluruh tubuh namun tetap memperlihatkan kulit dan badannya.

    Shalat dengan aurat terbuka

    Masalah terbukanya aurat ini terjadi pada beberapa klasifikasi manusia:

    -Pertama; Seseorang mengenakan celana ketat yang membentuk lekuk tubuh (aurat) kemudian memakai baju yang pendek, sehingga ketika rukuk atau sujud pakaiannya tersingkap, maka kelihatan bagian bawah punggungnya dan bentuk auratnya karena ketatnya celana yang dipakai dan pendeknya baju.

    Maka dengan pakaian seperti ini berarti dia membuka auratnya, padahal dia sedang rukuk dan sujud di hadapan Allah subhanahu wata'ala, semoga Allah menjaga kita semua dari hal itu. Terbukanya aurat dalam keadaan shalat dapat menyebabkan batalnya shalat, dan inilah salah satu efek negatif mengimpor pakaian dari negri kafir.

    Ke dua; Orang yang tidak sungguh-sungguh menutup auratnya dan tidak berusaha semaksimal mungkin menutupinya, padahal sebenarnya dia mampu. Hal ini biasanya karena faktor kebodohan, malas dan ketidakpedulian seseorang dalam menutup auratnya.

    Perhatian juga kepada para wanita, jangan sampai shalat dalam keadaan sebagian rambutnya terlihat, atau tidak tertutup keseluruhannya. Jangan pula tersingkap lengan atau betisnya. Karena menurut jumhur (mayoritas) ulama kalau sampai demikian, maka hendaknya ia mengulang shalatnya tersebut. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
    "Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah mengalami haid (baligh) kecuali dengan mengenakan tutup kepala (khimar)."

    Salah satu pakaian yang dikhawatirkan menjadi sebab terbukanya aurat wanita adalah jilbab kecil yang sangat memungkinkan apabila shalat dengan tanpa tutup lain yang lebih lebar akan tersingkap bagian rambutnya.

    Ke tiga; Orang tua yang mengajak shalat anak-anak mereka yang sudah cukup besar (usia di atas tujuh tahun) hanya dengan pakaian seadanya, seperti memakaikan celana pendek untuk mereka.

    Shalat dalam keadaan isbal ( khusus pria )

    Banyak sekali dalil yang menjelaskan haramanya isbal, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Namun masih banyak kaum muslimin yang kurang perhatian dengan masalah ini, padahal ada sebuah riwayat marfu' dari Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa Allah tidak menerima shalat seseorang yang musbil (menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki). Hadits ini dinyatakan hasan oleh An-Nawawi di dalam kitab Riyadhus Shalihin dan oleh Ahmad Syakir dalam ta'liqnya terhadap kitab Al Mahalli. Namun berdasar penelitian, hadits tersebut adalah dha'if karena rawi dari tabi'in adalah majhul (tidak dikenal). Andaikan hadits tersebut shahih, maka amat banyak kaum muslimin yang berada dalam bahaya besar karena melakukan shalat dalam keadaan isbal. Namun tetap saja shalat dengan kondisi isbal adalah sebuah kesalahan, sehingga meskipun shalatnya sah, pelakunya mendapatkan dosa.

    Menyingsingkan atau melipat lengan baju

    Termasuk kesalahan dalam pakaian shalat adalah menyingsingkan atau melipat lengan baju ketika akan shalat.
    Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Rasulullah bersabda, "Aku diperintahkan untuk sujud di atas tuju anggota badan, tidak menahan rambut dan menyingsingkan pakaian."

    Shalat dengan pundak terbuka

    Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian shalat hanya dengan satu pakaian tanpa adanya penutup sedikit pun di atas pundaknya." (HR Muslim).
    Larangan di atas menunjukkan atas makruhnya hal itu, bukan keharamannya. Sebab jika seseorang telah menutup auratnya, maka shalatnya sah meskipun tidak meletakkan sesuatu di atas pundaknya, namun perbuatan ini dibenci.

    Shalat dengan pakaian yang bergambar

    Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha dia berkata, Suatu ketika Rasulullah shalat dengan memakai qamishah (gamis) yang terdapat gambar, tatkala selesai shalat beliau bersabda, "Bawalah qamishah ini kepada Abu Jahm bin Khudzaifah dan bawakan untukku anbijaniyah, karena qamishah tadi telah mengganggu shalatku."

    Anbijaniyah adalah jenis kain yang agak tebal yang tidak bermotif dan tidak ada gambar (kain polos).
    Dari Anas Radhiallaahu 'anhu dia berkata, Aisyah pernah memasang sehelai kain untuk menutup salah satu dinding sisi rumahnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya, " Singkirkan dia dariku karena selalu terlintas dalam pandanganku ketika aku melakukan shalat."

    Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat dengan memakai pakaian yang bergambar, dan jumhur fuqaha (mayoritas ahli fikih) menganggap hal tersebut makruh.
    Imam Malik ditanya tentang cincin stempel yang bergambar (orang atau hewan-pen), Apakah boleh dipakai dan shalat dengannya? Beliau menjawab, “Tidak boleh dipakai dan tidak boleh shalat dengannya.” Adapun uang atau koin dengan gambar manusia maka membawanya ketika shalat menurut as-Samarqandi tidak apa-apa karena kecil dan tersimpan/tertutup.

    Shalat dengan pakaian kuning.

    Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat dua pakaian dicelup (diwenter) dengan warna kuning, maka beliau bersabda, "Sesungguhnya itu termasuk pakaian orang kafir, maka engkau jangan memakainya."
    Dari Anas radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Rasulullah  melarang seseorang untuk mewarnai bajunya dengan warna kuning (za'faran, semisal warna kunyit-red).
    Dan dalam hadits yang bersumber dari Ali radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang pakaian mu'ashfar (yang di celup dengan warna kuning)."
    Ada pun bagi wanita maka tidak apa-apa mengenakan pakaian dengan warna tersebut.

    Shalat Tanpa Tutup Kepala

    Apabila yang melakukan demikian adalah orang laki-laki maka dibolehkan, namun tidak dibolehkan bagi kaum wanita, karena kepala bagi seorang wanita adalah aurat. Akan tetapi yang mustahab(dianjurkan) adalah shalat dengan menutup kepala karena lebih sempurna dan pantas.

    Syaikh Nashiruddin al-Albani berkata, "Saya berpendapat bahwa shalat dengan kepala terbuka adalah makruh, karena merupakan hal yang bisa diterima jika seorang muslim masuk masjid untuk shalat dengan penampilan islami yang semaksimal mungkin, berdasarkan hadits, "Sesungguhnya berhias (rapi) di hadapan Allah adalah lebih berhak (dilakukan)."

    Perlu diketahui bahwa shalat dengan kepala terbuka adalah makruh, maka tidak dibenarkan seseorang tidak mau shalat dibelakang orang (imam) yang tidak memakai tutup kepala.

Wallahu a’lam bish shawab. Semoga Allah memberikan taufiq dan hidayah kepada kita semua untuk menggapai kesempurnaan Shalat. (Abu Ahmad)

Catatan: Rawi dan derajat hadits memang tidak dicantumkan, sesuai dengan yang terdapat di dalam kitab aslinya. Hal ini dikarenakan hadits yang ada di dalam kitab al-Qaul al-Mubin sudah terseleksi keshahihannya.

---------------------------------------------
www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya

Di Surga Kita Kan Bersua

Gambar Ilustrasi Dari Google
Dari Raja` bin ‘Umar an-Nakha’iy, dia berkata,
“Di Kufah ada seorang pemuda berparas tampan, sangat rajin beribadah dan sungguh-sungguh. Dia juga termasuk salah seorang Ahli Zuhud. Suatu ketika, dia singgah beberapa waktu di perkampungan kaum Nukha’ lalu –tanpa sengaja- matanya melihat seorang wanita muda mereka yang berparas elok nan rupawan. Ia pun tertarik dengannya dan akalnya melayang-layang karenanya. Rupanya, hal yang sama dialami si wanita tersebut. Pemuda ini kemudian mengirim utusan untuk melamar si wanita kepada ayahnya namun sang ayah memberitahukannya bahwa dia telah dijodohkan dengan anak pamannya (sepupunya). Kondisi ini membuat keduanya begitu tersiksa dan teriris.

Lalu si wanita mengirim utusan kepada si pemuda ahli ibadah tersebut berisi pesan, ‘Sudah sampai ke telingaku perihal kecintaanmu yang teramat dalam kepadaku dan cobaan ini begitu berat bagiku disertai liputan perasaanku terhadapmu. Jika berkenan, aku akan mengunjungimu atau aku permudah jalan bagimu untuk datang ke rumahku.’ 

Lantas dia berkata kepada utusannya itu, ‘Dua-duanya tidak akan aku lakukan. Dia kemudian membacakan firman-Nya, ‘Sesungguhnya aku takut siksaan pada hari yang agung jika berbuat maksiat kepada Rabbku.’ (QS. az-Zumar:13) Aku takut api yang lidahnya tidak pernah padam dan jilatannya yang tak pernah diam.’

Tatkala si utusan kembali kepada wanita itu, dia lalu menyampaikan apa yang telah dikatakan pemuda tadi, lantas berkatalah si wanita, 

Sekalipun yang aku lihat darinya dirinya demikian namun rupanya dia juga seorang yang amat zuhud, takut kepada Allah? Demi Allah, tidak ada seorang pun yang merasa dirinya lebih berhak dengan hal ini (rasa takut kepada Allah) dari orang lain. Sesungguhnya para hamba dalam hal ini adalah sama.’

Kemudian dia meninggalkan gemerlap dunia, membuang semua hal yang terkait dengannya, mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu (untuk menampakkan kezuhudan) dan berkonsentari dalam ibadah. Sekalipun demikian, dia masih hanyut dan menjadi kurus kering karena cintanya terhadap si pemuda serta perasaan kasihan terhadapnya hingga akhirnya dia meninggal dunia karena memendam rasa rindu yang teramat sangat kepadanya.

Sang pemuda tampan pun sering berziarah ke kuburnya. Suatu malam, dia melihat si wanita dalam mimpi seolah dalam penampilan yang amat bagus, seraya berkata kepadanya, 

Bagaimana kabarmu dan apa yang engkau temukan setelahku.?’ 

Si wanita menjawab,

Sebaik-baik cinta, adalah cintamu wahai kekasih
Cinta yang menggiring kepada kebaikan dan berbuat baik

Kemudian dia bertanya lagi, ‘Ke mana kamu akan berada.?’ 

Dia menjawab,  
Kepada kenikmatan dan hidup yang tiada habisnya
Di surga nan kekal, milik yang tak pernah punah

Dia berkata lagi kepadanya, ‘Ingat-ingatlah aku di sana karena aku tidak pernah melupakanmu.’ 

Dia menjawab, 
Demi Allah, akupun demikian. Aku telah memohon Rabbku, Mawla -ku dan kamu, lantas Dia menolongku atas hal itu dengan kesungguhan.’ 

Kemudian wanita itupun berpaling. Lantas aku berkata kepadanya, ‘Kapan aku bisa melihatmu.?’ 

Dia menjawab, ‘Engkau akan mendatangi kami dalam waktu dekat.’

Rupanya benar, pemuda itu tidak hidup lama lagi setelah mimpi itu, hanya tujuh malam. Dan, setelah itu, dia pun menyusul, berpulang ke rahmatullah. Semoga Allah merahmati keduanya.

(Sumber: al-Maw’id Jannat an-Na'im karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, ha.14-15, sebagai yang dinukilnya dari bukunya yang lain berjudul Man Taraka Syai`an Lillah ‘Awwadlahullah Khairan Minhu)
--------------------------------------------------------------
Dipublikasikan ulang dari www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya

Keutamaan Bershalawat

Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam Al-Qur’an yang artinya,
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. 33:56)

Abul Aliyah berkata, “Shalawat Allah adalah pujian-Nya (terhadap Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam ) di sisi para malaikat, sedangkan shalawatnya malaikat berupa do’a.”

Diriwayatkan dari Sufyan ats-Tsauri dan beberapa ahli ilmu, mereka mengatakan, “Shalawat dari Rabb adalah rahmat-Nya, dan shalawat malaikat adalah permohonan ampun.”
Sementara itu, as-Sam’ani berkata, “Shalawat dari Allah bermakna rahmat dan ampunan, sedang shalawat dari malaikat serta orang mukmin makna-nya adalah do’a.”

Bagaimana Bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam
Dengan memperhatikan keterangan di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa bershalawatnya seorang mukmin adalah do’anya kepada Allah agar melimpah-kan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam. Oleh karena merupakan do’a, maka seharusnya dilakukan sesuai dengan adab-adab yang telah diajarkan oleh syariat. Di antara adab berdo’a adalah hedak-nya dilakukan dengan suara yang tidak keras, apalagi dengan berteriak-teriak. Jika kita mengetahui apa arti dari shalawat yang kita ucapkan, maka tentu kita akan malu melakukan dengan suara yang keras, karena hal itu tidak sepantasnya dilakukan.

Sedangkan shighat atau bunyi shalawat yang diajarkan oleh Nabi di antaranya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut,
Dan masih ada lagi shighat shalawat lain yang diajarkan dalam syariat Islam selain yang tersebut di atas. Maka selayaknya kaum muslimin bershalawat dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabinya dan menghindari shalawat-shalawat bikinan yang tidak jelas sumbernya, terutama yang berbau bid’ah dan syirik.

Keutamaan Bershalawat Atas Nabi. 

  • Dari Abu Hurairahzbahwa Rasul Allah Subhannahu wa Ta'ala bersabda,
Barang siapa bershalawat terhadapku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim)

  • Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu , bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
    “Barang siapa bershalawat atasku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali shalawat, menghapus darinya sepuluh keburukan, dan mengangkatnya sebanyak sepuluh derajat.” (HR Ahmad, an-Nasai dan di shahihkan oleh al-Albani).

  • Dari Abdullah bin Amr bin Ashz ia mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
    “Apabila kamu mendengarkan muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan, kemudian bershalawatlah kepadaku karena barang siapa yang bershalawat atasku sekali saja, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mintakanlah untukku al-Wasilah, sesungguhnya ia adalah kedudukan di Surga yang tidak layak kecuali hanya untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah. Dan aku berharap agar hamba tersebut adalah aku, barang siapa yang meminta kepada Allah al-Wasilah untukku, maka berhak atasnya syafaat.” (HR. Muslim)

  • Dari Abu Darda’zia berkata, “Telah bersabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam,
    “Perbanyaklah shalawat atasku pada Hari Jum’at karena ia disaksikan, dan para malaikat pun menyaksikan. Dan sungguh tidaklah seseorang bershalawat atasku, kecuali akan diperlihatkan kepadaku shalawatnya hingga ia selesai darinya.” Dia mengatakan,”Aku berkata, ”Dan juga setelah meninggal dunia? Nabi menjawab, ”Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi.”(HR Ibnu Majah dan al-Mundziri menyatakan jayyid)

  • Dari Aus bin Auszia berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
    ”Termasuk hari-hari kalian yang utama adalah hari Jum’at, pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, pada hari itu ditiup sangkakala dan terjadi suara keras yang mematikan. Maka perbanyak-lah shalawat atasku pada hari itu, sesungguhnya shalawat kalian diperlihatkan kepadaku” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh al-Albani)

  • Dari Abu Umamahzdia berkata, ”Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda,
    “Perbanyaklah shalawat kepadaku pada Hari Jum’at, karena shalawat dari umatku diperlihatkan pada tiap-tiap Hari Jum’at. Barang siapa yang lebih banyak shalawatnya kepadaku maka ia lebih dekat kedudukannya dariku.”(HR. al-Baihaqi dihasankan oleh al-Albani).

  • Dari Abu Hurairahzia berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
    “Sungguh merugi seseorang yang disebutkan diriku disisinya namun tidak bershalawat atasku.” (HR. At-Tirmidzi, berkata al-Albani hasan shahih)
 
  • Dari Ibnu Abbasz berkata,”Telah bersabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ,
    “Barang siapa melupakan (meninggalkan) shalawat terhadapku maka akan tersalah dari jalan surga.” (HR. Ibnu Majah dishahihkan oleh al-Albani dengan hadits lain)
 
  • Dari Husain Radhiallaahu 'anhu, dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
    “Orang bakhil adalah orang yang diriku disebut di sisinya namun tidak bersha-lawat kepadaku.” (HR. An-Nasai di sha-hihkan oleh al-Albani)
 
  • Dari Ubay bin Ka’ab ia berkata, 
Wahai Rasulullah, sungguh aku akan memperbanyak shalawat atasmu, maka seberapa banyak kujadikan do’aku untuk bershalawat kepadamu? Beliau menjawab, “Sekehendakmu” Dia bekata, “Aku mengatakan, “Apakah seperempatnya?” Beliau menjawab, “Terserah kamu, dan jika engkau menambah, maka itu lebih baik bagimu.” Aku berkata, ”Apakah separuhnya?” Rasul menjawab, ”Terserah kamu, dan jika kamu menambah, maka itu lebih baik bagimu.” Aku lalu berkata, “Apakah dua per tiganya?” Nabi menjawab, “Terserah kamu dan jika kamu menambahnya, maka itu lebih baik bagimu.” Aku berkata, ”Apakah aku bershalawat kepadamu sepanjang hariku.” Beliau bersabada, “Kini telah cukup keinginan dan kesungguhanmu dan Allah mengampuni dosa-dosamu.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan shahih, dan al-Albani menyetujuinya).
  • Dari ‘Amir bin Rubai’ahzia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam berkhutbah dan bersabda,
    “Barang siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka malaikat senantiasa bershalawat kepadanya selagi ia masih bershalawat kepadaku. Maka seorang hamba boleh menyedikitkan atau memperbanyaknya.”
  • Dari Aliz ia berkata, 
Setiap do’a terhalang, sehingga diucapkan shala-wat atas Muhammad dan keluarga Muhammad.”(riwayat ath-Thabrani dan dishahihkan oleh al-Albani dengan hadits yang lain)
  • Dari Umar bin Khaththabz secara mauquf, 
Sesungguhnya do’a terhenti di antara langit dan bumi, ia tidak naik sama sekali, sehingga disam-paikan shalawat kepada Nabimu Shallallaahu alaihi wa Salam .” (Riwayat at-Tirmidzi dishahihkan oleh al-Albani dengan hadits yang lain).

Beberapa Faidah dan Buah Shalawat

Al-Imam Ibnul Qayyim dalam kitab “jala’ul afham” menyebutkan kurang lebih empat puluh faidah bershalawat atas Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , di antara yang dapat disebutkan di sini yaitu:

1. Merupakan bentuk pelaksanaan perintah Allah dan mencocoki terhadap apa yang Dia lakukan berupa shalawat terhadap Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam .

2. Mencocoki para malaikat yang juga menyampaikan shalawat atas Nabi.

3. Orang yang mengucapkan satu shalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam akan mendapatkan sepuluh shalawat dari Allah Subhannahu wa Ta'ala .

4. Pelakunya akan diangkat sebanyak sepuluh derajat, ditulis untuknya sepuluh kebaikan dan dihapuskan darinya sepuluh keburukan.

5. Apabila dibaca sebelum memanjatkan do’a, maka akan sangat memungkinkan untuk diijabahinya do’a itu.

6. Menjadi penyebab untuk mendapatkan syafa’at.

7. Menjadi sebab untuk diampuninya dosa-dosa.

8. Merupakan sebab Allah memberikan kecukupan bagi kebutuhan seorang hamba.

9. Shalawat akan mendekatkan kedu-dukan seorang hamba dengan Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam nanti pada Hari Kiamat.

10. Shalawat disejajarkan dengan shadaqah kepada orang yang kesusahan.

11. Shalawat merupakan salah satu sebab terpenuhinya hajat.

12. Dengan bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , maka Allah dan para malaikat juga akan bershalawat terhadapnya.

13. Merupakan pembersih dan penyu-cian bagi orang yang melakukannya.

14. Merupakan sebab seorang hamba mendapatkan kabar gembira dengan surga menjelang meninggal dunia.

15. Menjadi sebab terbebasnya seseorang dari huru-hara pada Hari Kiamat

16. Nabi akan membalas menyampaikan shalawat dan salam kepada orang yang mengucapkannya terhadap beliau.

17. Ia menjadi sebab untuk teringatnya sesuatu yang terlupakan.

18. Merupakan sebab untuk baiknya suatu majlis dan dapat menyelamat-kan dari buruknya majlis yang tidak disebut di dalamnya nama Allah.

19. Menjadi penyebab hilangnya kefa-kiran.

20. Meniadakan predikat bakhil pada seorang hamba.

21. Dapat menjadikan pelakunya terbimbing untuk menuju jalan ke Surga

22. Menjadikan sebab terpancarnya cahaya bagi seorang hamba, ketika melewati ash-Shirath (jembatan di Hari Kiamat).

23. Menjadikan seseorang dapat terbebas dari tabiat yang keras dan kasar.

24. Merupakan penyebab untuk keberkahan terhadap diri, amal dan umur orang yang mengucapkannya.

25. Menjadikan penyebab untuk mendapatkan rahmat dari Allah.

26. Shalawat dapat menjadikan seseorang terus-menerus mencintai Rasulullah dan bahkan akan selalu bertambah cintanya.

27. Ia akan menjadikan seorang hamba mendapatkan hidayah dan menghidupkan hati.


Sumber : Kutaib, “Fahlail wa Tsamarat ash-Shalih ‘an Nabi saw,” Al-Qism al-Ilmi Darul Wathan.

www.alsofwah.or.id

Baca Selengkapnya

Cara Berjalan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam

Berjalan adalah hal yang paling mudah dilakukan jika kita termasuk manusia yang beruntung mendapatkan sepasang kaki yang normal dari Allah subhanahu wata'ala. Sayangnya, tidak banyak diantara kita yang tahu bagaimana cara berjalan yang baik. Ingin tahu bagaimana cara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tercinta berjalan.
 
Simaklah hal-hal berikut ini:

1. Langkah kaki beliau mantap

2. Postur tubuh beliau ketika melangkah tegap dan kuat seperti orang yang berjalan menuruni perbukitan 

3. Beliau mengangkat kakinya ketika berjalan, tidak diseret.

4. Walaupun tegap dan kuat, gerakan beliau tetap terkesan santun dan tidak sombong

5. Cara berjalan beliau melambangkan langkah orang yang memiliki tekad tinggi, visioner dan gagah
    berani

Jadi, siapkah kita sekarang juga mengubah gaya berjalan kita seperti beliau?

Referensi:
1. Sahabat Anas Radhiallahuanhu, menceritakan : “Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam orangnya berpostur sedang, tidak tinggi ataupun pendek, fisiknya bagus. Warna kulitnya kecoklatan. Rambutnya tidak keriting, juga tidak lurus. Apabila berjalan, beliau berjalan dengan tegak (Hadist Shahih asy-syamail no 2) 

2. Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiallahuanhu, juga memberikan gambaran tidak berbeda: “Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam orangya tidak tinggi juga tidak pendek (sekali..) Jika melangkah, beliau berjalan dengan tegak layaknya orang yang sedang menapaki jalan menurun. Aku belum pernah melihat orang seperti beliau sebelum atau setelahnya. (Hadist shahih, Mukhtashar asy-Syamail no 4 lihat Ibnul Qayyim dalam Zadul ma‟ad 1/167)

3.  Imam as-SuyuthiRadhiallahu anhu mengatakan :‟Perlu diketahui, tuntutan agama tidaklah seperti it. yang tepat ialah tata cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dan para sahabat, dilanjutkan oleh generasi Slafus Shalih. Sungguh, penghulu generasi terdahulu dan generasi belakangan (Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam) jika berjalan, mereka berjalan dengan tegap seolah-olah berjalan dari arah ketinggian” (Al amru bi lit-Tiba‟a hlm 193
Baca Selengkapnya

Definisi Sihir

A. Sihir Menurut Bahasa.

Al-Laits mengatakan, “Sihir adalah suatu perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada syaitan dengan bantuannya.” Al-Azhari mengemukakan, “Dasar pokok sihir adalah memalingkan sesuatu dari hakikat yang sebenarnya kepada yang lainnya [1].” Ibnu Manzur berkata : “ Seakan-akan tukang sihir memperlihatkan kebathilan dalam wujud kebenaran dan menggambarkan sesuatu tidak seperti hakikat yang sebenarnya. Dengan demikian, dia telah menyihir sesuatu dari hakikat yang sebenarnya atau memalingkannya.”[2]

Syamir meriwayatkan dari Ibnu ‘Aisyah, dia mengatakan : “Orang Arab menyebut sihir itu dengan kata as-Sihr karena ia menghilangkan kesehatan menjadi sakit.” [3]

Ibnu Faris[4] mengemukakan, “Sihir berarti menampakkan kebathilan dalam wujud kebenaran.” [5] Di dalam kitab Al Mu’jamul Wasiith disebutkan : “ Sihir adalah sesuatu yang dilakukan secara lembut dan sangat terselubung.”[6] Sedangkan didalam kitab Muhiithul Muhiith disebutkan, “Sihir adalah tindakan memperlihatkan sesuatu dengan penampilan yang paling bagus, sehingga bisa menipu manusia.”[7]


B. Sihir dalam Istilah Syari’at.

Fakhruddin ar-Razi mengemukakan, “Menurut istilah Syari’at, sihir hanya khusus berkenaan dengan segala sesuatu yang sebabnya tidak terlihat dan digambarkan tidak seperti hakikat yang sebenarnya, serta berlangsung melalui tipu daya.”[8]

Ibnu Qudamah al-Maqdisi mengatakan, “Sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-jampi, perkataan yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau melakukan sesuatu yang mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya. Sihir ini mempunyai hakikat, diantaranya ada yang bisa mematikan, membuat sakit, membuat seorang suami tidak dapat mencampuri istrinya atau memisahkan pasangan suami istri, atau membuat salah satu pihak membenci lainnya atau membuat kedua belah pihak saling mencintainya.”[9]

Ibnul Qayyim mengungkapkan, “Sihir adalah gabungan dari berbagai pengaruh ruh-ruh jahat, serta interaksi berbagai kekuatan alam dengannya.”[10]

Kesimpulan :

Sihir adalah kesepakatan antara tukang sihir dan syaitan dengan ketentuan bahwa tukang sihir akan melakukan berbagai keharaman atau kesyirikan dengan imbalan pemberian pertolongan syaitan kepadanya dan ketaatan untuk melakukan apa saja yang dimintanya.


C. Beberapa Sarana Tukang Sihir Untuk Mendekati Syaitan.

Diantara tukang sihir itu ada yang menempelkan mushhaf dikedua kakinya, kemudian ia memasuki WC. Ada yang menulis ayat-ayat al-Qur’an dengan kotoran. Ada juga yang menulis ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan darah haidl. Juga ada yang menulis ayat-ayat al-Qur’an di kedua telapak kakinya. Ada juga yang menulis Surat al-Faatihah terbalik. Juga ada yang mengerjakan sholat tanpa berwudhu’. Ada yang tetap dalam keadaan junub terus-menerus. Serta ada yang menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada syaitan dengan dengan tidak menyebut nama Allah pada saat menyembelih, lalu membuang sembelihan itu ke suatu tempat yang telah ditentukan syaitan.[11] Dan ada juga yang berbicara dengan binatang-binatang dan bersujud kepadanya. Serta ada juga yang menulis mantra dengan lafazh-lafazh yang mengandung berbagai makna kekufuran.

Dari sini, tampak jelas oleh kita bahwa jin itu tidak akan membantu dan tidak juga mengabdi kepada seorang penyihir kecuali dengan memberikan imbalan. Setiap kali seorang penyihir meningkatkan kekufuran, maka syaitan akan lebih taat kepadanya dan lebih cepat melaksanakan perintahnya. Dan jika tukan sihir tidak sungguh-sungguh melaksanakan berbagai hal yang bersifat kufur yang diperintahkan syaitan, maka syaitan akan menolak mengabdi kepadanya serta menentang perintahnya. Dengan demikian, tukang sihir dan syaitan merupakan teman setia yang bertemu dalam rangka perbuatan kemaksitan kepada Allah.

Jika anda perhatikan wajah tukang sihir, maka dengan jelas anda akan melihat kebenaran apa yang telah saya sampaikan, dimana anda akan mendapatkan gelapnya kekufuran yang memenuhi wajahnya, seakan-akan ia merupakan awan hitam yang pekat.

Jika anda mengenali tukang sihir dari dekat, maka anda akan mendapatkannya hidup dalam kesengsaraan jiwa bersama istri dan anak-anaknya, bahkan dengan dirinya sendri sekalipun. Dia tidak bisa tidur nyenyak dan terus merasa gelisah, bahkan dia akan senantiasa merasa cemas dalam tidur. Selain itu seringkali syaitan-syaitan itu akan menyakiti anak-anaknya atau istrinya serta menimbulkan perpecahan dan perselisihan di antara mereka. Mahabesar Allah Yang Mahaagung yang telah berfirman:

“Artinya : Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit” [Thaahaa : 124]

[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note
[1] Tahziibul Lughah (IV/290)
[2] Lisaanul ‘Arab (IV/290).
[3] Ibid
[4] Beliau berkata dalam Maaqayisul Lughah (507), suatu kaum berkata:”Sihir adalah mengeluarkan kebathilan dalam bentuk yang haq, dan dikatakan, sihir adalah tipuan. Mereka berdalil dengan perkataan seseorang: ‘Sesungguhnya jika anda menanyakan keberadaan kami, maka kami bagaikan burung dari golongan manusia yang tersihir. “Seolah-olah yang dimaksud adalah orang yang tertipu.
[5] Al-Mishbaahul Muniir (267), penerbit al-Maktabah al-Ilmiyyah, Beirut.
[6] Al-Mu’jamul Wasiith (I/419), Darul Fikr.
[7] Muhiithul Muhiith (399), Beirut
[8] Al-Mishbaahul Muniir (268), Beirut
[9] Al-Mughni, (X/104).
[10] Zaadul Ma’aad, (IV/126)
[11] Baca kembali kitab : Wiqaayatul Insaan, (hal. 45).

Sumber: www.almanhaj.or.id
Baca Selengkapnya

Kesepakatan Antara Penyihir Dan Syaitan

Seringkali terjadi kesepakatan antara tukang sihir dengan syaitan, bahwa pihak pertama, yaitu tukang sihir, akan mengerjakan beberapa kesyirikan, atau kekufuran yang nyata baik secara terselubung maupun terang-terangan sedangkan pihak syaitan akan melayani tukang sihir atau menundukkan orang yang akan melayani si tukang sihir.

Karena kesepakatan itu seringkali terjadi antara tukang sihir dan syaitan dari para pemuka kabilah jin dan syaitan, sehingga sang pemuka ini akan mengeluarkan perintah kepada anggota kabilah yang paling bodoh untuk melayani si tukang sihir ini serta mentaatinya dalam menjalankan semua perintahnya, yaitu memberitahukan berbagai hal yang telah terjadi atau melakukan upaya memisahkan dua belah pihak atau menyatukan cinta dua orang, atau menghalangi seorang suami agar tidak dapat mencampuri istrinya dan sebagainya. Perkara-perkara ini akan kita bahas dengan rinci, (pada pembahasan berikutnya), insya Allah Ta’ala.

Selanjutnya si tukang sihir mengerahkan jin ini untuk mengerjakan perbuatan jahat yang dia inginkan. Jika si jin tidak mentaatinya, maka dia akan mendekati pemuka kabilah jin itu dengan menggunakan berbagai macam jimat yang isinya berupa pengagungan pemuka kabilah ini seraya meminta pertolongan kepadanya dengan menyisihkan Allah Ta’ala. Maka, si pemuka jin inipun segera memberikan hukuman kepada jin tersebut dan menyuruhnya agar mentaati si tukang sihir atau dia akan menggantikan dengan jin yang lain untuk melayani tukang sihir yang musyrik itu.

Oleh karena itu kita bisa mendapatkan hubungan antara tukang sihir dengan jin yang ditugaskan untuk melayaninya sebagai hubungan kebencian dan permusuhan. Dan dari sini kita akan dapatkan bahwa jin tersebut seringkali menyakiti istri dan anak-anak tukang sihir itu atau mengganggu harta bendanya atau yang lainnya. Bahkan, terkadang jin itu menyakiti tukang sihir itu sendiri tanpa disadarinya, misalnya pusing yang terus-menerus, gangguan yang sering muncul pada saat tidur, atau kecemasan pada malam hari dan lain sebagainya. Bahkan seringkali tukang sihir yang hina tersebut tidak punya anak, karena jin yang melayaninya telah membunuh janin yang masih ada di dalam rahim sebelum penciptaannya sempurna. Yang demikian itu sudah sangat populer di kalangan para tukang sihir, bahkan sebagian mereka ada yang meninggalkan profesi tukang sihir ini agar mereka bisa mendapatkan keturunan.

Perlu saya ceritakan, saya pernah mengobati seorang wanita yang sedang sakit karena tersihir. Pada saat saya bacakan al-Qur’an di dekatnya, maka jin yang di tugaskan tukang sihir itu berbicara melalui lidah wanita tersebut., “Aku tidak bisa keluar dari tubuh wanita ini.” “Mengapa?” tanyaku. Dia pun menjawab, “Karena aku takut akan dibunuh oleh si tukang sihir.” Selanjutnya, aku tanyakan, “Pergilah dari tempat ini ke tempat lain yang tidak diketahui oleh si tukang sihir yang menyuruhmu.” “Dia pasti akan mengirim jin lain untuk mencariku,” sahut jin tersebut.

Kemudian kukatakan kepadanya, “Jika kamu mau masuk Islam dan mengumumkan taubatmu dengan penuh kejujuran dan tulus ikhlas, maka kami dengan pertolongan Allah akan mengajarimu beberapa ayat al-Qur’an yang dapat menjaga dan melindungimu dari kejahatan jin-jin kafir. Maka dia pun menjawab, “Tidak, aku tidak akan pernah masuk Islam, dan aku akan tetap menjadi pemeluk Nasrani” “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, tetapi yang paling penting kamu harus keluar dari tubuh wanita ini,” pintaku kepadanya. “Aku tidak akan keluar dari tubuhnya” jawabnya pasti. Kemudian aku katakan, “Kalau begitu, dengan pertolongan Allah, sekarang kami bisa membacakan al-Qur’an kepadamu sehingga kamu akan terbakar.” Lalu aku memukulnya dengan keras sehingga jin itu menangis. Maka jin itu berkata, “Aku akan keluar, aku akan keluar.” Selanjutnya, segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam, dan segala karunia itu hanya milik-Nya semata, jin itu pun keluar dari tubuhnya.

Sebagaimana diketahui bersama, jika tukang sihir itu semakin kufur dan bertambah jahat, maka jin akan lebih mentaatinya dan akan segera malaksanakan tugas yang diperintahkan kepadanya. Begitu juga sebaliknya.


[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]

Sumber: www.almanhaj.or.id
Baca Selengkapnya

Tauhid Asma' Wash-Shifat

Ahlus Sunnah menetapkan apa-apa yang Allah Azza wa Jalla dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah tetapkan atas diri-Nya, baik itu dengan Nama-Nama maupun Sifat-Sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mensucikanNya dari segala aib dan kekurangan, sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Kita wajib menetapkan Sifat Allah sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah dan tidak boleh dita'wil.

Al-Walid bin Muslim pernah bertanya kepada Imam Malik bin Anas, al-Auza'iy, al-Laits bin Sa'ad dan Sufyan ats-Tsaury tentang berita yang datang mengenai Sifat-Sifat Allah, mereka semua menjawab:

"Perlakukanlah (ayat-ayat tentang Sifat Allah) sebagaimana datangnya dan janganlah kamu persoalkan (jangan kamu tanya tentang bagaimana sifat itu)."[1]

Imam Asy-Syafi' Rahimahullah berkata:

"Aku beriman kepada Allah dan kepada apa-apa yang datang dari Allah sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya dan aku beriman kepada Rasulullah dan kepada apa-apa yang datang dari beliau, sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Rasulullah¨[2]

Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah: "Manhaj Salaf dan para Imam Ahlus Sunnah mereka mengimani Tauhid al-Asma' wash Shifat dengan menetapkan apa-apa yang Allah telah tetapkan atas diri-Nya dan telah ditetapkan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam untuk-Nya, tanpa tahrif[3] dan ta'thil[4] serta tanpa takyif[5] dan tamtsil[6]. Menetapkan tanpa tamtsil, menyucikan tanpa ta'thil, menetapkan semua Sifat-Sifat Allah dan menafikan persamaan Sifat-Sifat Allah dengan makhluk-Nya"

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah Yang Mahamendengar lagi Mahamelihat¨ [Asy-Syuura':11]

Lafazh ayat : "Tidak ada yang serupa dengan-Nya" merupakan bantahan kepada golongan yang menyamakan Sifat-Sifat Allah dengan makhluk-Nya.

Sedangkan lafazh ayat : "Dan Dia Mahamen-dengar lagi Mahamelihat" adalah bantahan kepada orang-orang yang menafikan/mengingkari Sifat-Sifat Allah.

'Itiqad Ahlus Sunnah dalam masalah Sifat Allah Subhanhu wa Ta'ala didasari atas dua prinsip:

Pertama.
Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya.

Kedua.
Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.[7]

Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak menolak sifat-sifat yang disebutkan Allah untuk Diri-Nya, tidak menyelewengkan kalam Allah Subhanahu wa Ta'ala dari kedudukan yang semestinya, tidak mengingkari tentang Asma' (Nama-Nama) dan ayat-ayatNya, tidak menanyakan tentang bagaimana Sifat Allah, serta tidak pula mempersamakan Sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengimani bahwa Allah Azza wa Jalla tidak sama dengan sesuatu apapun juga. Hal itu karena tidak ada yang serupa, setara dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya Azza wa Jalla, serta Allah tidak dapat diqiaskan dengan makhluk-Nya.

Yang demikian itu dikarenakan hanya Allah Azza wa Jalla sajalah yang lebih tahu akan Diri-Nya dan selain Diri-Nya. Dialah yang lebih benar firman-Nya, dan lebih baik Kalam-Nya daripada seluruh makhluk-Nya, kemudian para Rasul-Nya adalah orang-orang yang benar, jujur, dan juga yang dibenarkan sabdanya. Berbeda dengan orang-orang yang mengatakan terhadap Allah Azza wa Jalla apa yang tidak mereka ketahui, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Mahasuci Rabb-mu, yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para Rasul, dan segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam.¨ [Ash-Shaffat: 180-182]

Allah Jalla Jalaluhu dalam ayat ini mensucikan diri-Nya, dari apa yang disifatkan untuk-Nya oleh penentang-penentang para Rasul-Nya. Kemudian Allah Azza wa jalla melimpahkan salam sejahtera kepada para Rasul, karena bersihnya perkataan mereka dari hal-hal yang mengurangi dan menodai keagungan Sifat Allah.[8]

Allah Subhanahu wa Ta¡¦ala dalam menuturkan Sifat dan Asma'Nya, memadukan antara an-Nafyu wal Itsbat (menolak dan menetapkan)[9] Maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak menyimpang dari ajaran yang dibawa oleh para Rasul, karena itu adalah jalan yang lurus (ash-Shiraathal Mustaqiim), jalan orang-orang yang Allah karuniai nikmat, yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin[10]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Diriwayatkan oleh Imam Abu Bakar al-Khallal dalam Kitabus Sunnah, al-Laalikai (no. 930). Lihat Fatwa Hamawiyah Kubra (hal. 303, cet. I, 1419 H) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Hamd bin Abdil Muhsin at-Tuwaijiry, Mukhtashar al-Uluw lil Aliyil Ghaffar (hal. 142 no. 134). Sanadnya shahih.
[2]. Lihat Lum'atul I'tiqaad oleh Imam Ibnul Qudamah al-Maqdisy, syarah oleh Syaikh Muhammad Shalih bin al-Utsaimin (hal. 36).
[3]. Tahrif atau ta'wil yaitu merubah lafazh Nama dan Sifat, atau merubah maknanya, atau menyelewengkan dari makna yang sebenarnya.
[4]. Ta'thil yaitu menghilangkan dan menafikan Sifat-Sifat Allah atau mengingkari seluruh atau sebagian Sifat-Sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Perbedaan antara tahrif dan ta'thil ialah, bahwa ta'thil itu mengingkari atau menafikan makna yang sebenarnya yang dikandung oleh suatu nash dari al-Qur'an atau hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan tahrif ialah, merubah lafazh atau makna, dari makna yang sebenarnya yang terkandung dalam nash tersebut.
[5]. Takyif yaitu menerangkan keadaan yang ada padanya sifat atau mempertanyakan: "Bagaimana Sifat Allah itu?". Atau menentukan bahwa Sifat Allah itu hakekatnya begini, seperti menanyakan: "Bagaimana Allah bersemayam?" Dan yang sepertinya, karena berbicara tentang sifat sama juga berbicara tentang dzat. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla mempunyai Dzat yang kita tidak mengetahui kaifiyatnya. Dan hanya Allah Azza wa Jalla yang mengetahui dan kita wajib mengimani tentang hakikat maknanya.
[6]. Tamtsil sama dengan Tasybih, yaitu mempersamakan atau menyerupakan Sifat Allah Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya. Lihat Syarah Aqidah al-Wasithiyah (I/86-100) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Aqidah al-Wasithiyah (hal 66-69) oleh Syaikh Muhammad Khalil Hirras, Tahqiq Alawiy as-Saqqaf, at-Tanbiihat al-Lathifah ala Mahtawat alaihil Aqidah al-Wasithiyah (hal 15-18) oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, tahqiq Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, al-Kawaasyif al-Jaliyyah an Ma'anil Wasithiyah oleh Syaikh Abdul Aziz as-Salman.
[7]. Lihat Minhajus Sunnah (II/111, 523), tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim.
[8]. Lihat at-Tanbiihaat al-Lathiifah hal. 15-16.
[9]. Maksudnya, Allah memadukan kedua hal ini ketika menjelaskan Sifat-Sifat-Nya dalam al-Qur-an. Tidak hanya menggunakan Nafyu saja atau Itsbat saja.
Nafyu (penolakan) dalam al-Qur'an secara garis besarnya menolak adanya kesamaan atau keserupaan antara Allah dengan makhluk-Nya, baik dalam Dzat maupun sifat, serta menolak adanya sifat tercela dan tidak sempurna bagi Allah. Dan nafyu bukanlah semata-mata menolak, tetapi penolakan yang di dalamnya terkandung suatu penetapan sifat kesempurnaan bagi Allah, misalnya disebutkan dalam al-Qur'an bahwa Allah tidak mengantuk dan tidak tidur, maka ini menunjukkan sifat hidup yang sempurna bagi Allah.
Itsbat (penetapan), yaitu menetapkan Sifat Allah yang mujmal (global), seperti pujian dan kesempurnaan yang mutlak bagi Allah dan juga menetapkan Sifat-Sifat Allah yang rinci seperti ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, hikmah-Nya, rahmat-Nya dan yang seperti itu. (Lihat Syarh al-Aqiidah al-Wasithiyyah oleh Khalil Hirras, tahqiq Alwiy as-Saqqaf, hal. 76-78).
[10]. Lihat QS. An-Nisaa' 69 dan at-Tanbiihaat al-Lathiifah hal. 19-20.

Sumber: www.almanhaj.or.id
Baca Selengkapnya

Tauhid Rububiyyah

Tauhid Rububiyyah berarti mentauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah Subhanahu wa Ta’ala baik mencipta, memberi rizki menghidupkan dan mematikan serta bahwasanya Dia adalah Raja, Penguasa dan Yang mengatur segala sesuatu.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

“Artinya : Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.” [Al-A’raaf: 54]

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Artinya : ...Yang (berbuat) demikian itulah Allah Rabb-mu, kepunyaanNya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah, tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.”[ Faathir: 13]

Orang musyrikin juga mengakui tentang sifat Rububiyyah Allah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

“Artinya : Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu, dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan.’ Maka, mereka men-jawab: ‘Allah.’ Maka, katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?’ Maka, (Dzat yang demikian) itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya, maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka, bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)" [Yunus: 31-32]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

“Artinya : Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi,’ niscaya mereka akan menjawab: ‘Semuanya diciptakan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha-mengetahui"[Az-Zukhruuf: 9][1]

Kaum musyrikin mengakui bahwasanya hanya Allah semata Pencipta segala sesuatu, Pemberi rezeki, Yang memiliki langit dan bumi, dan Yang mengatur alam semesta, namun mereka juga menetapkan berhala-berhala yang mereka anggap sebagai penolong, yang mereka bertawasul dengannya (berhala tersebut) dan menjadikan mereka pemberi syafa’at, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa ayat. [2]

Dengan perbuatan tersebut, mereka tetap dalam keadaan musyrik, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

"Artinya : Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain ).” [Yusuf: 106]

Sebagian ulama Salaf berkata: “Jika kalian tanya pada mereka : ‘Siapa yang menciptakan langit dan bumi ?’ Mereka pasti menjawab: ‘Allah.’ Walaupun demikian mereka tetap saja menyembah kepada selain-Nya.” [3]


[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Lihat juga QS. Al-Mu’minuun: 84-89, lihat juga ayat-ayat lain.
[2]. Lihat QS. Yunus: 18, az-Zumar: 3, 43-44.
[3]. Disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah dan lainnya. Lihat Fat-hul Majiid Syarh Kitabit Tauhiid (hal. 39-40) tahqiq Dr. Walid bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Furaiyan.

Sumber: www.almanhaj.or.id
Baca Selengkapnya

Tauhid Uluhiyyah

Artinya, mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui segala pekerjaan hamba, yang dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala apabila hal itu disyari’atkan oleh-Nya, seperti berdo’a, khauf (takut), raja’ (harap), mahabbah (cinta), dzabh (penyembelihan), bernadzar, isti’anah (minta pertolongan), isthighotsah (minta pertolongan di saat sulit), isti’adzah (meminta perlindungan) dan segala apa yang disyari’atkan dan diperintahkan Allah Azza wa Jalla dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Semua ibadah ini dan lainnya harus dilakukan hanya kepada Allah semata dan ikhlas karena-Nya. Dan tidak boleh ibadah tersebut dipalingkan kepada selain Allah.

Sungguh Allah tidak akan ridha bila dipersekutukan dengan sesuatu apapun. Bila ibadah tersebut dipalingkan kepada selain Allah, maka pelakunya jatuh kepada Syirkun Akbar (syirik yang besar) dan tidak diampuni dosanya. [Lihat An-Nisaa: 48, 116] [1]

Al-Ilah artinya al-Ma’luh, yaitu sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan serta pengagungan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

Dan Rabb-mu adalah Allah Yang Maha Esa, tidak ada sesem-bahan yang haq melainkan Dia. Yang Mahapemurah lagi Maha-penyayang” [Al-Baqarah: 163]

Berkata Syaikh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di Rahimahullah (wafat th. 1376 H): “Bahwasanya Allah itu tunggal Dzat-Nya, Nama-Nama, Sifat-Sifat dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam Dzat-Nya, Nama-Nama, Sifat-Sifat-Nya. Tidak ada yang sama dengan-Nya, tidak ada yang sebanding, tidak ada yang setara dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang mencipta dan mengatur alam semesta ini kecuali hanya Allah. Apabila demikian, maka Dia adalah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi. Tidak boleh Dia disekutukan dengan seorang pun dari makhluk-Nya[2]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Allah menyatakan bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar selain Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada yang berhak disembah dengan benar selain-Nya, Yang Maha-perkasa lagi Mahabijaksana” [Ali ‘Imran: 18]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengenai Lata, Uzza dan Manat yang disebut sebagai tuhan, namun tidak diberi hak Uluhiyah:

“Artinya : Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu mengada-adakannya, Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya...”[An-Najm: 23]

Setiap sesuatu yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah bathil, dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla.

“Artinya : (Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar” [Al-Hajj: 62]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman tentang Nabi Yusuf “alaihis Sallam yang berkata kepada kedua temannya di penjara:

“Artinya : Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah selain Allah, kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu…”[Yusuf: 39-40]

Oleh karena itu para Rasul ‘Alaihimus Salam berkata kepada kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah saja[3]

“Artinya : Sembahlah Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak ada sesem-bahan yang haq selain daripada-Nya. Maka, mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)” [ Al-Mukminuun: 32]

Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja mengambil sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka menyembah, meminta bantuan dan pertolongan kepada tuhan-tuhan itu dengan menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala .

Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik ini telah dibatalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan dua bukti.

Pertama.
Tuhan-tuhan yang diambil itu tidak mempunyai keistimewaan Uluhiyah sedikit pun, karena mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat menarik kemanfaatan, tidak dapat menolak bahaya, tidak dapat menghidupkan dan mematikan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Artinya :Mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengam-bil) sesuatu kemanfaatan pun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” [Al-Fur-qaan: 3]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Artinya : Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit. Dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.’ Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat..” [Saba’: 22-23]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Artinya : Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” [Al-A’raaf: 191-192]

Apabila keadaan tuhan-tuhan itu demikian, maka sungguh sangat bodoh, bathil dan zhalim apabila menjadikan mereka sebagai ilah dan tempat meminta pertolongan.

Kedua:
Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Rabb, Pencipta, yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga mengakui bahwa hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat melindungi-Nya. Ini mengharuskan pengesaan Uluhiyyah (penghambaan), seperti mereka mengesakan Rububiyah (ketuhanan) Allah. Tauhid Rububiyah mengharuskan adanya konsekuensi untuk melaksanakan Tauhid Uluhiyah (beribadah hanya kepada Allah saja).

“Artinya : Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui” [Al-Baqarah: 21-22]


[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah dan lainnya. Lihat Fat-hul Majiid Syarh Kitabit Tauhiid (hal. 39-40) tahqiq Dr. Walid bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Furaiyan.
[2]. Lihat Min Ushuuli ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah dan Aqidatut Tauhiid (hal. 36) oleh Dr. Shalih al-Fauzan, Fat-hul Majiid Syarah Kitabut Tauhiid dan al-Ushuul ats-Tsalaatsah (Tiga Landasan Utama).
[3]. Lihat Taisirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 63, cet. Mak-tabah al-Ma’arif , 1420 H).

Sumber: www.almanhaj.or.id
Baca Selengkapnya

Nasehat Untuk Salafiyin Yang Hendak Menggunakan Internet

NASEHAT SYAIKH SALIM BIN IED AL-HILALI

(Kepada salafiyin yang hendak menggunakan internet)

Sesungguhnya website internet di zaman ini telah menembus batas dan menerobos menembus rintangan serta telah memasuki rumah-rumah dan kantor-kantor... dan banyak lagi masuk ke rumah-rumah kita tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada kita. Pada hakikatnya, website ini menyodorkan kepada kita banyak sekali ilmu, mempersingkat waktu dan manusia dapat memperoleh banyak ilmu dan maklumat (berita) melalui perantaraannya. Hal ini tentu saja merupakan nikmat yang dianugerahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada manusia, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak mereka ketahui, dan Allah memberikan keutamaan besar bagi manusia. Namun nikmat ini, sebagaimana nikmat-nikmat lainnya, maka pasti akan ada orang-orang yang bersyukur dan ada pula yang kufur.

Adapun orang-orang yang bersyukur, maka mereka menkhidmatkan websitenya untuk berdakwah di jalan Allah, mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi manusia, mengajarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, mengajarkan ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu ushul fiqh dan ilmu-ilmu yang bermanfaat lainnya

Pada hakikatnya, dengan praktek ataupun saling mempraktekan diantara saudara-saudara kita, kita mengetahui bahwa mereka mampu belajar melalui perantaraan internet dan mereka mampu memasukkan dauroh-dauroh melalui internet. Kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar membalas mereka dengan ganjaran yang baik.

Di sisi lain, ada website-website yang menjadi tempat pemeliharaan bagi ”fitnah syubuhat” dan ”fitnah syahwat”. Maka barangsiapa yang memasuki website ini, saya katakan kepadanya : Hendaklah dirinya takut kepada Allah atas dirinya dan pengelihatannya, janganlah melihat kepada apa yang diharamkan, jangan melihat situs-situs website yang vulgar, dan jangan pula melihat kepada hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat dan naluri serta mengobarkan nafsu. Hal yang demikian ini akan membawa dan menggiring kepada malapetaka yang dahsyat, khususnya kepada keluarga dan khususnya lagi kepada para pemuda yang mana mereka berada di fase remaja yang rapuh. Hendaknya seorang manusia itu takut kepada Allah Azza wa Jalla baik tatkala sendirian maupun di tempat umum, baik di saat bergerak maupun di saat diam, baik di dalam rumahnya ataupun di dalam perjalanannya. Hendaknya para bapak benar-benar mengawasi anak-anak mereka dan mereka mengetahui apa yang dilakukan oleh anak-anak mereka.

Adapun mengenai fitnah syubuhat, maka membicarakan tentangnya bukanlah hal yang sulit! Di website ini (fitnah syubuhat, pent.), yang terjadi adalah orang-orang menulis di situs dan website tidaklah dikenal namanya, tidak diketahui gambarannya, asalnya dan tidak pula keluarganya. Semuanya hanya berkunyah : Abu Fulan, Abu Allan, Abu Zaid, Abu Amru! Salah seorang dari mereka ada yang duduk di bekakang komputer, sedangkan kita tidak tahu apakah dia ini seorang syetan yang sedang menulis ataukah dia ini adalah orang yang bekerja untuk agen rahasia yang sedang menulis. Dia memecah belah para pemuda, mengobarkan semangat arogan dan melemparkan syubuhat serta ia berbicara dengan ucapan yang dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Wala’ (loyalitas) dan Baro’ (berlepas diri) di website dan situs ini semata-mata hanya ditujukan pada individu atau person-person tertentu. Akal bagaimanakah, syariat apakah dan budaya manakah yang membolehkan atau menghalalkan untuk memecah belah para pemuda.!! Atau memusuhi dan berwala pada satu orang! Atau dua orang! Atau selainnnya!! Dan memecah belah dakwah di dunia atas dasar berwala’ pd orang ini atau memusuhi orang itu!!

Saya katakan : Jika kamu mampu untuk mengambil manfaat dari situs ini, dan kamu juga memiliki kebebasan untuk memilih. Namun jika kamu tidak mengetahui apa yang dikatakan dan kamu tidak mampu memilah-milah apa yang ditulis di dalam situs ini, maka berhati-hatilah kamu dari situs ini, karena sesungguhnya situs ini adalah ”situs fitnah”, terkhusus lagi dengan situs-situs yang berpakaian dengan pakaian salafiyah seperti : ”anasalafi”!* atau ”sahab”!** ataupun ”ahlul hadits”! Situs-situs ini merupakan situs yang dikelola oleh ahlul ahwa’, ahlul bid’ah dan ahlu dholalah (para pengikut kesesatan). Dan diantara mereka telah dikenal akan klaim palsunya (terhadap dakwah salafiyah).

Maka saya katakan wahai saudara-saudaraku! : Sekiranya kita luangkan waktu kita di belakang komputer dan kita membuka situs-situs ini dalam rangka menuntut ilmu syar’i, ataupun dalam rangka membaca buku yang bermanfaat, ataupun untuk bertanya kepada ahli ilmu atau mendengarkan kaset-kaset ceramah mereka, maka yang demikian ini lebih baik bagi kita, akibatnya lebih baik dan faidahnya lebih besar.

( Penerjemah: Abu Salma bin Burhan At-Tirnati dari muntada al-Albani www.almenhaj.net)
Baca Selengkapnya

Apakah Anak Zina Bisa Masuk Surga?

Anak hasil zina tidak ikut menanggung dosa, karena perbuatan zina dan dosa kedua orang tuanya. Sebab hal tersebut bukan perbuatannya, tetapi perbuatan kedua orang tuanya, karena itu dosanya akan ditanggung mereka berdua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” [QS. Al-Baqarah : 268]

Dan firmanNya.

“Artinya : Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” [QS. Al-An’am : 164]

Berkaitan dengan statusnya, dia seperti halnya orang lain. Kalau taat kepada Allah, beramal shalih dan mati dalam keadaan Islam, maka mendapat surga. Sedang, jika bermaksiat dan mati dalam keadaan kafir maka dia termasuk penghuni neraka. Dan jika mencampuradukkan antara amal shalih dan amal buruk serta mati dalam keadaan Islam maka statusnya terserah kepada Allah ; bisa mendapat pengampunanNya atau dihukum di neraka terlebih dahulu sesuai dengan kehendakNya, namun tempat kembalinya adalah surga berkat karunia dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun ungkapan yang mengatakan, “Tidak dapat masuk surga anak hasil zina” maka ini adalah hadits maudhu (palsu).

Hanya kepada Allah kita memohon taufikNya. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

[Fatawa Islamiyah 4/522]
Baca Selengkapnya

28 Mei 2013

Muqaddimah Sehari Di Kediaman Rasulullah

Mukaddimah

Segala puji hanyalah bagi Allah Subhannahu wa Ta'ala semata, Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa hidayah dan dien yang haq. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada pemimpin para rasul, yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. Wa ba’du;

Mayoritas kaum muslimin pada hari ini terjebak di antara dua sikap yang kontradiktif terhadap Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Ada yang bersikap berlebih-lebihan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hingga terseret ke dalam perbuatan syirik, seperti memohon kepada beliau atau beristighatsah kepadanya. Dan ada pula yang memandang remeh kedudukan beliau selaku utusan Allah Subhannahu wa Ta'ala , pada akhirnya ia berani melang-gar petunjuk beliau, tidak meneladani sirah (peri kehi-dupan) beliau, dan tidak pula menjadikannya sebagai pelita kehidupan dan rambu perjalanan.

Lembaran-lembaran yang terbilang sedikit ini -yang hadir di hadapan pembaca- adalah salah satu upaya memperkenalkan biografi dan seluk beluk kehidupan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dengan metode yang ringkas dan praktis. Apa yang kami sajikan ini belumlah dapat dikatakan memadai untuk itu, sebab kami hanya menampilkan beberapa petikan mengenai karakteristik Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Kami juga menyinggung beberapa permasalahan yang sering terluput dalam kehidupan kaum muslimin sehari-hari. Kami cukup mencantumkan dua atau tiga hadits saja untuk tiap-tiap karakteristik.

Kehidupan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam adalah kehidupan yang penuh teladan bagi umat, acuan dakwah sekaligus sebagai pedoman hidup. Beliau Shalallaahu alaihi wasalam adalah teladan dalam ketaatan, dalam beribadah dan berakhlak yang mulia. Teladan dalam bermuamalah yang baik dan dalam menjaga kehormatan dan kemuliaan. Cukuplah pujian Allah Subhannahu wa Ta'ala atas beliau sebagai buktinya, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)

Ahlus Sunnah wal Jamaah menempatkan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pada kedudukan yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada beliau, yaitu sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidaklah berlebih-lebihan dalam menyanjung Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Kedudukan yang telah diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala sudah cukup untuk menunjukkan ketinggian derajat beliau. Kita, sebagai Ahlus Sunnah, wajib berjalan di atas prinsip tersebut, kita tidak boleh mengada-adakan perbuatan bid’ah, seperti mengadakan peringatan maulid Nabi Shalallaahu alaihi wasalam serta perayaan-perayaan sejenisnya. Namun manifestasi cinta kita kepada beliau ialah dengan mentaati perintah beliau, menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan dibencinya.

Dalam sebuah syair dituturkan:
Yang harus kita maklumi,
beliau hanyalah seorang manusia biasa.
Di samping beliau adalah hamba Allah yang terbaik.
Allah mengistimewakan beliau dengan stempel putih kenabian.
Bagaikan cahaya yang terang bersinar.
Allah menyertakan nama beliau dengan asma-Nya.
Saat muadzin mengumandangkan adzan lima kali sehari semalam dengan bersyahadat.
Hingga nama beliau dipetik dari nama-Nya sebagai penghormatan.
Allah Subhannahu wa Ta'ala pemilik ‘Arsy adalah Yang Maha Terpuji,
Sementara beliau adalah yang terpuji.


Meskipun kita tidak sempat menyaksikan beliau Shalallaahu alaihi wasalam secara langsung di dunia, karena terpisah ruang dan waktu, namun kita tidak akan bosan memohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala semoga kita termasuk orang-orang yang disebutkan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam sabdanya:

وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا، قَالُوْا: أَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: أَنْتُمْ أَصْحَابِي، وَإِخْوَانُنَا الَّذِيْنَ لَمْ يَأْتُوْا بَعْدُ، فَقَالُوْا: كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتُوْا بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ فَقَالَ: أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلاً لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ، أَلاَ يَعْرِفُ خَيْلَهُ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ! قَالَ: فَإِنَّهُمْ يَأْتُوْنَ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنَ الْوُضُوْءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ.

Betapa ingin aku bertemu dengan saudara-saudaraku!” Para sahabat Shalallaahu alaihi wasalam berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah kami ini saudara-saudaramu?” Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menjawab, “Kamu sekalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudaraku adalah generasi yang belum lagi muncul.” “Wahai Rasulullah, bagaimanakah engkau dapat mengenali suatu generasi dari umatmu yang belum lagi muncul?” tanya sahabat. Beliau Shalallaahu alaihi wasalam menjawab, “Bagaimanakah menurutmu, bila seseorang memiliki seekor kuda yang putih kepala dan kakinya di antara kuda-kuda yang hitam legam, bukankah dia dapat mengenali kudanya?” “Tentu saja wahai Rasulullah!” jawab mereka. “Sungguh, mereka akan datang dengan warna putih bercahaya pada wajah dan tubuh mereka disebabkan air wudhu’. Dan akulah yang akan mendahului mereka tiba di telaga (Al-Kautsar)!” jawab beliau.” (HR. Muslim)

Saya memohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala semoga kita semua tergolong orang-orang yang mengikuti jejak beliau Shalallaahu alaihi wasalam dan meneladani kehidupan beliau serta menapaki sunnah-nya. Saya juga memohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala semoga Dia Shalallaahu alaihi wasalam mengumpulkan kita bersama beliau di Surga ‘Aden. Dan semoga Allah Subhannahu wa Ta' ala memberikan pahala yang sempurna bagi beliau Shalallaahu alaihi wasalam sebagai balasan atas seluruh yang telah beliau persembahkan. Shalawat dan salam semoga tercurah atas beliau, segenap keluarga serta sahabat.

[ "Sehari di Kediaman Rasulullah" oleh Syeikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim ]
Baca Selengkapnya

11 Mei 2013

Konsep Nabawi Menghindari Penyakit

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tutuplah belanga (tempat makanan) dan tempayan (tempat air) sebab dalam setahun itu ada suatu malam di mana penyakit (wabah) akan turun. Tidaklah ia melewati belanga atau tempayan yang tidak ditutup melainkan turun padanya penyakit (wabah) tersebut.” (HR.Muslim)

Bukti Ilmiah

Kedokteran modern telah menetapkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah peletak pertama konsep menjaga kesehatan sebagai antisipasi atas berjangkitnya wabah dan penyakit menular.

Ternyata telah terbukti bahwa memang penyakit-penyakit menular itu beraktifitas pada musim-musim tertentu dalam setahun. Bahkan, sebagiannya muncul setiap mencapai jumlah tertentu dalam beberapa tahun dan sesuai dengan sistem kerja yang demikian detail sehingga hingga kini belum diketahui apa penyebabnya.

Di antara contohnya adalah masalah kesuburan dan kelumpuhan pada anak yang banyak terjadi pada bulan September dan Oktober. Tifus banyak terjadi pada musim panas, kolera terjadi setiap tujuh tahun sekali dan gondok setiap tiga tahun sekali.

Hal ini merupakan penafsiran dari mukjizat ilmiah dalam ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, “Dalam setahun itu ada suatu malam di mana penyakit (wabah) akan turun,” yakni wabah-wabah musiman yang memiliki waktu-waktu tertentu.

Demikian pula, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyiratkan akan cara paling penting dalam menghindari penyakit (tindakan preventif) dalam sabdanya yang lain, “Hindarilah debu sebab di dalamnya terdapat bakteri.”

Di antara hakikat ilmiah yang belum dikenal kecuali setelah ditemukannya alat pembesar ‘mikroskop’ menyatakan bahwa sebagian penyakit menular berpindah melalui hujan ringan (rintik-rintik), tepatnya melalui udara yang terkontaminasi oleh debu sebagaimana bunyi hadits tersebut yang menggunakan lafazh “adz-Dzarr” (debu). Bakteri selalu terkait dengan butiran-butiran debu ketika ia dibawa oleh angin dan melalui proses itu sampailah ia dari si sakit kepada orang yang sehat.

Penamaan ‘bakteri’ (mikroba) yang dalam bahasa Arabnya (dalam teks hadits) menggunakan kata “Nasamah” merupakan penamaan yang sangat tepat. Hal ini telah dijelaskan seorang ahli bahasa bernama Fairuz Abady di dalam kamus “al-Muhiith” bahwa ia (kata Nasamah) diucapkan terhadap hewan paling kecil. Tentunya, tidak asing lagi bahwa bakteri memiliki sifat gerak dan hidup.

Adapun penamaan bakteri (Mikruub) di dalam tata bahasa Arab dengan kata “Jurtsuum” adalah penamaan yang tidak tepat dengan namanya sebab bila dikatakan “Jurtsuumatu kulli syai`in” artinya asalnya (segala sesuatu); maka termasuk juga serbuk kayu.

Di sinilah letak mukjizat kedokteran yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Wallahu a’lam.

(Sumber: kitab al-I’jaaz al-‘Ilmy Fi al-Islam Wa as-Sunnah an-Nabawiyyah karya Muhammad Kamil ‘Abd ash-Shamad, sebagai yang redaksi nukil dari salah satu situs yang berkompeten tentang mukjizat ilmiah) 

www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya