30 Mei 2013

Kekeliruan Berpakaian Dalam Shalat

Share it Please
Seorang muslim sudah seharusnya memahami setiap perkara penting yang menyangkut agamanya, terutama yang bersifat fardhu 'ain, seperti shalat.

Salah satu masalah yang terkait dengan shalat dan kurang mendapat perhatian dari sebagian kaum muslimin adalah tentang pakaian di dalam shalat. Masih banyak di antara mereka yang belum faham tentang pakaian yang dianjurkan, yang dilarang dan yang dibenci jika pakai pada waktu shalat.

Dalam edisi ini kami turunkan sebuah pembahasan tentang beberapa kekeliruan berpakaian di dalam shalat yang kami ambil dari kitab “al-Muhkam al- Matin” , ringkasan dari kitab “al-Qaul al-Mubin fi Akhta’ al Mushallin” karya syaikh Masyhur bin Hasan al-Salman.

Di antara kekeliruan tersebut adalah:
     Shalat dengan pakaian ketat

    Memakai pakaian ketat dalam shalat adalah makruh dalam tinjauan syar'i dan tidak baik dari segi kesehatan. Jika ketika memakainya sampai tingkat meninggalkan shalat (dengan alasan susah untuk melakukan gerakan ini dan itu), maka hukum memakainya menjadi haram. Dan terbukti bahwa kebanyakan orang yang memakai celana ketat adalah mereka yang tidak shalat atau jarang melakukannya.

   Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata, "Celana panjang (ketat, red) itu membentuk aurat, dan aurat laki-laki adalah dari lutut sampai pusar. Seorang yang sedang shalat harus semaksimal mungkin menjauhi segala kemaksiatan ketika dia sedang sujud, yakni dengan terlihat bentuk kedua pantatnya (karena sempitnya celana itu-red), atau bahkan membentuk aurat yang ada di antara keduanya (kemaluan). Maka bagaimana orang seperti ini berdiri di hadapan Rabb seru sekalian alam?

    Jika celana yang dipakai adalah longgar maka menurut Syaikh al-Albani tidak apa-apa, namun yang lebih utama adalah dengan mengenakan gamis (baju panjang) hingga menutupi lutut, atau setengah betis dan boleh dijulurkan maksimal hingga mata kaki.

    Shalat dengan pakaian tipis atau asal-asalan

    Tidak boleh shalat dengan pakaian tipis yang menampakkan anggota badan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang di masa ini. Dengan sengaja memakainya maka berarti sengaja memperlihatkan bagian auratnya yang seharusnya tertutup. Mereka telah tergiring oleh syahwat sehingga menjadi pengikut mode dan adat, mereka juga telah terbius oleh para penyeru permisivisme yang membolehkan manusia berkreasi dan melakukan apa saja tanpa mengindah kan norma dan aturan syari'at.

    Masuk kategori shalat dengan pakaian asal-asalan adalah shalat memakai piyama atau baju tidur. Suatu ketika Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya oleh seseorang tentang shalat dengan memakai satu pakaian (misal: celana panjang saja tanpa memakai baju atau memakai gamis tanpa mengenakan celana-red), maka beliau menjawab, "Bukankah masing masing kalian mendapati dua pakaian?"

    Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu melihat Nafi’ shalat sendirian dengan memakai satu pakaian, maka dia berkata kepada Nafi’," Bukankah aku memberikan untukmu dua pakaian? Nafi' menjawab, "Ya, benar.” Maka Ibnu Umar bertanya, “Apakah engkau ketika keluar ke pasar hanya dengan satu pakaian?” Nafi' menjawab,” Tidak." Maka Ibnu Umar berkata, “Sungguh berhias untuk Allah adalah lebih berhak (dilakukan)."

    Maka dengan demikian orang yang shalat dengan baju tidur termasuk dalam kategori ini, karena tentu dia akan merasa malu apabila bepergian atau ke pasar dengan memakai piyama tersebut.

    Dan bagi wanita, shalat dengan pakaian yang tipis urusannya lebih berat dari pada laki-laki. Maka jangan sampai para wanita shalat dengan pakaian yang terbuat dari kain yang tipis atau transparan, karena meskipun menutup seluruh tubuh namun tetap memperlihatkan kulit dan badannya.

    Shalat dengan aurat terbuka

    Masalah terbukanya aurat ini terjadi pada beberapa klasifikasi manusia:

    -Pertama; Seseorang mengenakan celana ketat yang membentuk lekuk tubuh (aurat) kemudian memakai baju yang pendek, sehingga ketika rukuk atau sujud pakaiannya tersingkap, maka kelihatan bagian bawah punggungnya dan bentuk auratnya karena ketatnya celana yang dipakai dan pendeknya baju.

    Maka dengan pakaian seperti ini berarti dia membuka auratnya, padahal dia sedang rukuk dan sujud di hadapan Allah subhanahu wata'ala, semoga Allah menjaga kita semua dari hal itu. Terbukanya aurat dalam keadaan shalat dapat menyebabkan batalnya shalat, dan inilah salah satu efek negatif mengimpor pakaian dari negri kafir.

    Ke dua; Orang yang tidak sungguh-sungguh menutup auratnya dan tidak berusaha semaksimal mungkin menutupinya, padahal sebenarnya dia mampu. Hal ini biasanya karena faktor kebodohan, malas dan ketidakpedulian seseorang dalam menutup auratnya.

    Perhatian juga kepada para wanita, jangan sampai shalat dalam keadaan sebagian rambutnya terlihat, atau tidak tertutup keseluruhannya. Jangan pula tersingkap lengan atau betisnya. Karena menurut jumhur (mayoritas) ulama kalau sampai demikian, maka hendaknya ia mengulang shalatnya tersebut. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
    "Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah mengalami haid (baligh) kecuali dengan mengenakan tutup kepala (khimar)."

    Salah satu pakaian yang dikhawatirkan menjadi sebab terbukanya aurat wanita adalah jilbab kecil yang sangat memungkinkan apabila shalat dengan tanpa tutup lain yang lebih lebar akan tersingkap bagian rambutnya.

    Ke tiga; Orang tua yang mengajak shalat anak-anak mereka yang sudah cukup besar (usia di atas tujuh tahun) hanya dengan pakaian seadanya, seperti memakaikan celana pendek untuk mereka.

    Shalat dalam keadaan isbal ( khusus pria )

    Banyak sekali dalil yang menjelaskan haramanya isbal, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Namun masih banyak kaum muslimin yang kurang perhatian dengan masalah ini, padahal ada sebuah riwayat marfu' dari Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa Allah tidak menerima shalat seseorang yang musbil (menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki). Hadits ini dinyatakan hasan oleh An-Nawawi di dalam kitab Riyadhus Shalihin dan oleh Ahmad Syakir dalam ta'liqnya terhadap kitab Al Mahalli. Namun berdasar penelitian, hadits tersebut adalah dha'if karena rawi dari tabi'in adalah majhul (tidak dikenal). Andaikan hadits tersebut shahih, maka amat banyak kaum muslimin yang berada dalam bahaya besar karena melakukan shalat dalam keadaan isbal. Namun tetap saja shalat dengan kondisi isbal adalah sebuah kesalahan, sehingga meskipun shalatnya sah, pelakunya mendapatkan dosa.

    Menyingsingkan atau melipat lengan baju

    Termasuk kesalahan dalam pakaian shalat adalah menyingsingkan atau melipat lengan baju ketika akan shalat.
    Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Rasulullah bersabda, "Aku diperintahkan untuk sujud di atas tuju anggota badan, tidak menahan rambut dan menyingsingkan pakaian."

    Shalat dengan pundak terbuka

    Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian shalat hanya dengan satu pakaian tanpa adanya penutup sedikit pun di atas pundaknya." (HR Muslim).
    Larangan di atas menunjukkan atas makruhnya hal itu, bukan keharamannya. Sebab jika seseorang telah menutup auratnya, maka shalatnya sah meskipun tidak meletakkan sesuatu di atas pundaknya, namun perbuatan ini dibenci.

    Shalat dengan pakaian yang bergambar

    Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha dia berkata, Suatu ketika Rasulullah shalat dengan memakai qamishah (gamis) yang terdapat gambar, tatkala selesai shalat beliau bersabda, "Bawalah qamishah ini kepada Abu Jahm bin Khudzaifah dan bawakan untukku anbijaniyah, karena qamishah tadi telah mengganggu shalatku."

    Anbijaniyah adalah jenis kain yang agak tebal yang tidak bermotif dan tidak ada gambar (kain polos).
    Dari Anas Radhiallaahu 'anhu dia berkata, Aisyah pernah memasang sehelai kain untuk menutup salah satu dinding sisi rumahnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya, " Singkirkan dia dariku karena selalu terlintas dalam pandanganku ketika aku melakukan shalat."

    Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat dengan memakai pakaian yang bergambar, dan jumhur fuqaha (mayoritas ahli fikih) menganggap hal tersebut makruh.
    Imam Malik ditanya tentang cincin stempel yang bergambar (orang atau hewan-pen), Apakah boleh dipakai dan shalat dengannya? Beliau menjawab, “Tidak boleh dipakai dan tidak boleh shalat dengannya.” Adapun uang atau koin dengan gambar manusia maka membawanya ketika shalat menurut as-Samarqandi tidak apa-apa karena kecil dan tersimpan/tertutup.

    Shalat dengan pakaian kuning.

    Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat dua pakaian dicelup (diwenter) dengan warna kuning, maka beliau bersabda, "Sesungguhnya itu termasuk pakaian orang kafir, maka engkau jangan memakainya."
    Dari Anas radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Rasulullah  melarang seseorang untuk mewarnai bajunya dengan warna kuning (za'faran, semisal warna kunyit-red).
    Dan dalam hadits yang bersumber dari Ali radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang pakaian mu'ashfar (yang di celup dengan warna kuning)."
    Ada pun bagi wanita maka tidak apa-apa mengenakan pakaian dengan warna tersebut.

    Shalat Tanpa Tutup Kepala

    Apabila yang melakukan demikian adalah orang laki-laki maka dibolehkan, namun tidak dibolehkan bagi kaum wanita, karena kepala bagi seorang wanita adalah aurat. Akan tetapi yang mustahab(dianjurkan) adalah shalat dengan menutup kepala karena lebih sempurna dan pantas.

    Syaikh Nashiruddin al-Albani berkata, "Saya berpendapat bahwa shalat dengan kepala terbuka adalah makruh, karena merupakan hal yang bisa diterima jika seorang muslim masuk masjid untuk shalat dengan penampilan islami yang semaksimal mungkin, berdasarkan hadits, "Sesungguhnya berhias (rapi) di hadapan Allah adalah lebih berhak (dilakukan)."

    Perlu diketahui bahwa shalat dengan kepala terbuka adalah makruh, maka tidak dibenarkan seseorang tidak mau shalat dibelakang orang (imam) yang tidak memakai tutup kepala.

Wallahu a’lam bish shawab. Semoga Allah memberikan taufiq dan hidayah kepada kita semua untuk menggapai kesempurnaan Shalat. (Abu Ahmad)

Catatan: Rawi dan derajat hadits memang tidak dicantumkan, sesuai dengan yang terdapat di dalam kitab aslinya. Hal ini dikarenakan hadits yang ada di dalam kitab al-Qaul al-Mubin sudah terseleksi keshahihannya.

---------------------------------------------
www.alsofwah.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar