8 Mei 2013

Tanda Keikhlasan Adalah Dengan Menyembunyikan Kekhusyu'an

Share it Please
Janganlah kita menilai bahwa seorang yang tampak khusyuk dalam beribadah, hatinya juga demikian. Sebab belum tentu hati orang tersebut tertuju apa yang dilakukannya tersebut, Jika ada orang yang berupaya untuk menampakkan kekhusyukkan terhadap orang lain, maka hukumnya adalah makruh. Karena tanda-tanda keikhlasan itu adalah menyembunyukan kekhusyukkan itu sendiri.

Hudzaifah radhiyallahu’anhu pernah berkata :

Jauhilah olehmu khusyu’ kemunafikan. Ada seeorang bertanya, “Apakah khusyu’ kemunafikan itu ? Hudzaifah menjawab :”Khuyu’ kemunafikan itu adalah engkau melihat jasad seseorang dalam keadaan khusyu’, sedangkan hatinya tidak dalam keadaan khusyu’”
 
Al Fudha'il bin Iyad berkata,”Dimakruhkan terhadap seseorang untuk menampakkan kekhusyukkan lebih daripada yang ada di hatinya. Ada sebagian ulama yang melihat seseornag tampak khusyuk pada sisi kedua belah bahunya dan kedua belah tangannya. Kemudian dia berkata,”Wahai fulan , kekhusyukkan itu ada di sini.” Kemudian ulama itu menunjuk ke dadanya. “Dan bukanlah berada di sini.”Kemudian dia menunjuk ke kedua belah bahunya.

Ibnu Qayyim pernah berkata, pada suatu saat di menerangkan tentang perbedaan antara khusyu’ keimanan dan khusyu’ kemunafikan:”Khusyu’ keimanan adalah kekhuyukan hati terhadap Allah, dengan mengagungkan, membesarkan, tunduk dan takut dan merasa malu terhadap-Nya. Kemudian hati itu terasa terpecah-pecah, sesuai dengan perasaan malu dan kecintaan terhadap Allah. Kemudian di menyaksikkan nikmat-nikmat Allah dan dosa-dosanya terhadap Nya. Kemudian sang hati berada dalam kekhusyukan yang sangat mendalam dan tidak ada tepiannya sama sekali. Kemudia hal itu diikuti oleh kekhuyukkan anggota tubuhnya. Sedangkan khusyu’ kemunafikkan adalah kekhuyukkan yang hanya tampak pada anggota badan, dengan dibuat-buat dan berpura-pura. 

Sedangkan kekhuyukkan di dalam shalat dapat dicapai oleh seseorang yang hatiunya selalu tertuju kepada shalat tersebut, selalumementingkannya dibandingkan masalah-masalah lain dan selalu lebihmengutamakannya dibandingkan dengan urusan-urusan lainnya. Pada saat itulah shalat akan mampu menjadikannya tenagng, damai, tenteram dan akan dapat menjadi penyedap pandangannya. Hal ini telah disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : “Penyedap pandanganku dijadikan di dalam shalat” (Shahihul Jami’ no.3124).

Dan Allah telah mengkatageorikan orang-orang yang khusyu baik laki-laki maupun perempuan sebagai orang-orang yang mempunyai sifat-sifat hamba-Nya yang terpilih dan Allah telah menjanjikan kepada mereka maghfirah serta pahala yang teramat besar. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surat Al Ahzab 35:

Di antara manfaat daripada kekhuyukkan ini adalah bahwa kekhuyukkan ini adalah dapat meringankan urusan shalat. Sebagimana yangtelah digambarkan oleh Ibnu Katsir dalam sebuah tafsirnya, yaitu pada saat beliau menafsirkan firman Allah yang berbunyi :”Jadikan sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikina itu sungguh berat kecuali bagi orang orang yang khusyu (Al- Baqarah : 35).

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa makna ayat di atas adalah ,”Kesulitan-kesulitan shalat adalah sangat berat, kecuali bagi orang yang khusyu.”(Tafsir Ibnyu Katsir jil I, hal.125).

Kekhuyukkan merupakan sebuah masalah yang mempunyai peranan besar dan sangat mudah untuk menghilang. Dia juga merupakan sesuatu yang sangat langka, terutama pada zaman kita sekarang ini yang merupakan akhir zaman. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam : “Sesungguhnya pertama kali diangkat dari umat ini adalah khusyu’, sehingga engkau tidak akan melihat pada umat itu seorang yang khusyu’.“ (Al Jami’ jil 2, hal.136. dengan sanad hasan)

Dinukil dari mukadimah kitab” 33 Sababan Lil Khuyu’I Fis Shalaati” (terj:33 Kiat khusyu dalam Shalat”) karya Syaikh Muhamad Shalih Al Munajjid. Penerbit Pustaka AL Akautsar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar